Rois Aam PWNU Jatim akan berikan sanksi bagi pembangkang Ahwa
Jawa Timur itu menjadi basis percontohan bagi daerah lain dan sangat disayangkan pecah suaranya.
Penggagas konsep sistem ahlul halli wal aqdi (Ahwa) atau sejenis perwakilan tim formatur untuk menentukan Rais Aam PBNU dalam Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama, KH Mieftahul Akhyar yang juga Rois Aam PWNU Jatim menyayangkan pecahnya suara Jawa Timur. Pihaknya akan segera merapatkan sebagai konsekuensi pembangkangan.
"Sebetulnya mereka ini ulama yang ngerti, sikap seperti apakah layak dilakukan oleh cabang-cabang dan berkali-kali sudah kita berikan penjelasan. Sanksi bagi cabang-cabang di Jawa Timur yang menolak Ahwa akan rapatkan," kata KH Mieftahul Akhyar
Menurutnya Jawa Timur itu menjadi basis percontohan bagi daerah lain dan sangat disayangkan pecahnya suaranya.
"Itu kelemahan saya, meskipun kita sudah menyampaikan itu dengan berbagai argumentasi dan dalil syar'i. Bahkan para Rois Syuriah Cabang pada pertemuan di Sidogiri saya lupa tanggalnya sudah sepakat dan Ahwa ini menjadi keputusan Munas keputusan tertinggi setelah muktamar," kata KH Mieftahul Akhyar dalam jumpa pers di media center di SMAN 1 Jombang, Rabu (5/8).
Ditambahkan Mieftahul Akhyar, dirinya sangat menyayangkan mekanisme yang seharusnya dilakukan oleh cabang-cabang tapi dilakukan di pinggir jalan dan tidak dikoordinasikan dengan pihaknya, sebab pihaknya akan terbuka dengan segala argumentasinya.
"Sebagaimana sering ditanya wartawan dalam mengawal Ahwa kalau gagal bahwa saya akan melepaskan jabatan sebagai konsekuensi. Namun ini pertolongan Allah dan biarlah ini menggugah cabang-cabang yang tidak taat bahwa Ahwa akhirnya menang. Bahkan sebelumnya kami sempat dihabisi disisakan 4, namun Alhamdulillah akhirnya 18 konsisten dan 19 di kelompok penolak. Kita berihtiar Allah yang menentukan," tandas Mieftahul Akhyar.
Sebelumnya, rapat forum Syuriah yang diikuti 496 perwakilan dari PWNU, PCNU dan PCI pada Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) di Ponpes Denanyar Jombang, Jawa Timur untuk menentukan sistem Ahwa atau non Ahwa dalam pemilihan Rois Aam akhirnya dilakukan dengan voting dan dimenangkan Ahwa, Selasa malam (4/8).
Sebanyak 252 perwakilan setuju Ahwa, 235 menolak dan 9 abstain. Ahlul halli wal aqdi (Ahwa) atau sejenis perwakilan tim formatur untuk menentukan Rais Aam PBNU. Informasi dari Gus Muid panitia di acara forum musyawarah syuriah, voting dilakukan setelah tidak ada kata sepakat dalam musyawarah yang digelar.
Seperti diketahui dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama PBNU di Jakarta pada bulan Juni lalu terpilih 39 nama perwakilan tim formatur atau Ahwa. Ke-39 Ahwa tersebut nantinya akan dipilih 9 orang oleh para peserta aktif muktamar untuk memilih Rais Aam PBNU.
Sejauh ini, dua nama kiai mencuat dalam Muktamar NU sebagai calon Rois Aam adalah Kiai Mustofa Bisri atau Gus Mus (Rois Aam PBNU sekarang) dan Kiai Hasyim Muzadi (mantan Ketua Umum PBNU), meskipun kedua kiai itu belum mengeluarkan pernyataan kesiapan maju.
Sebelumnya, dalam sidang pleno membahas tata tertib (Tatib) Muktamar NU, diusulkan dalam draf Pasal 19 Bab VII bahwa sistem pemilihan Rois Aam dan Ketua Umum menggunakan mekanisme Ahlul Halli wal Aqdi (Ahwa). Pasal 19 itu kemudian menjadi kontroversial dan menyebabkan kericuhan dalam sidang hingga kemudian akan diputuskan dalam forum syuriah.