Rumah suku Matabesi, sederhana tapi bisa tampung 13 kepala keluarga
Mereka hidup rukun dan damai, tanpa ada persoalan satu sama lain.
Indonesia kaya akan kearifan lokal peninggalan leluhur yang tetap terjaga kelestariannya. Petuah ini masih dipegang teguh masyarakat suku Matabesi, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Rumah adat beratap rumput ilalang jadi salah satu buktinya.
Ukurannya tidak terlalu besar, mencerminkan kesederhanaan suku Matabesi. Selain beratapkan ilalang, rumah adat ini juga masih beralaskan tanah. Lukisan di pintu utama masih dipertahankan.
-
Apa makna dari budaya mencium tangan di Indonesia? Biasanya, budaya cium tangan atau salim tangan ini dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai tanda hormat dan sopan santun.
-
Kenapa budaya palang pintu muncul di Betawi? Budaya palang pintu muncul ketika daerah-daerah Betawi masih rawan. Dulu jauh sebelum seperti saat ini, orang melamar untuk nikah harus berangkat pada malam hari.
-
Bagaimana cara penduduk pulau-pulau di Indonesia saling bertukar budaya? "Kemungkinan besar populasi di pulau-pulau ini memiliki budaya khas yang berbeda, saling bertukar gaya, barang, teknologi, dan gen sampai melintasi lautan.”
-
Kapan Kain Batik Besurek ditetapkan sebagai warisan budaya Indonesia? Pemerintah Indonesia sudah menetapkan kain ini sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada tahun 2015 silam.
-
Apa makna budaya dari bubur candil bagi masyarakat Indonesia? Bubur candil memiliki makna budaya yang dalam dalam masyarakat Indonesia. Selain sebagai hidangan penutup yang lezat, bubur candil juga memiliki makna filosofis yang melambangkan harmonisasi kehidupan yang berbeda.
-
Siapa yang sangat ditekankan dalam budaya gotong royong di Indonesia? Keempat, gotong royong dan semangat kebersamaan tercermin dalam budaya masyarakat Indonesia, di mana solidaritas dan kepedulian terhadap sesama sangat ditekankan.
Dari luar nampak sepi. Tapi begitu masuk ke dalam, suasana hangat menyelimuti. Rumah adat ini sanggup menampung 13 kepala keluarga. Mereka hidup rukun dan damai, tanpa ada persoalan satu sama lain.
"Di sini ada 13 suku atau keluarga. Nama tempat ini Siskoe, tapi suku Matabesi bei luan lao dina rai, lao bada rai, na luan rai na belan rai. Itu begini pak, ini suku nama suku Matabesi, artinya nenek moyang itu jalan dari Bali (perempuan), ada tiga bersaudara. Sampai di sini, satu duduk di sini, satu duduk di rote dan satu duduk di sabu. Ini keasliannya dari dulu begini," ungkap Paulus Asa, penjaga rumah adat Matabesi, Sabtu (26/3).
Masyarakat suku Matabesi selalu menolak bantuan pemerintah daerah yang ingin merenovasi rumah mereka. Alasannya mereka, demi menjaga kelestarian dan kearifan lokal. Pemerintah daerah diharapkan ikut menjaga kelestariannya dengan mempromosikan kearifan lokal ini untuk menarik wisatawan. Sehingga NTT bisa menjadi destinasi baru tujuan wisatawan baik lokal maupun internasional. Dengan begitu otomatis pendapatan asli daerah (PAD) meningkat.
(mdk/noe)