Saksi Ungkap Momen Mencekam di Kanjuruhan, Penonton Terjepit di Antara 2 Daun Pintu
Saksi Eka Narafiah adalah anggota Polsek Pakis, Polres Malang. Sebelum terjadi kericuhan di Kanjuruhan, dia bersama beberapa orang menjaga pintu stadion nomor 12. Dipastikan sudah mendapatkan pengarahan dari atasannya. Tapi dia akuinya ada beberapa yang membawa gas air mata.
Seorang polisi penjaga pintu nomor 12 Stadion Kanjuruhan memberikan kesaksian saat tragedi 1 Oktober 2022 lalu terjadi. Dalam keterangannya, ia menyebut melihat banyak orang terjepit berebut keluar dari dalam stadion.
Eka Narafiah, anggota Polsek Pakis, Polres Malang menceritakan, di hari pertandingan sepakbola antara Arema vs Persebaya itu, dia ditugaskan sebagai salah satu personel pengamanan.
-
Kapan tragedi Kanjuruhan terjadi? Puncaknya meletus pada Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022.
-
Kapan kerusuhan suporter Persibas Banyumas terjadi? Kerusuhan terjadi saat pertandingan tinggal menyisakan 10 menit.
-
Kenapa rumput Stadion Pakansari diganti? Selain mengganti rumput, sistem drainase pun akan diperbaiki. Sejak beroperasi pada 2016, rumput Stadion Pakansari, belum pernah diganti sama sekali. Meski begitu, stadion berkapasita 30 ribu penonton itu, masih digunakan sebagai home base Persikabo 1973 dalam mengarungi Liga 1.
-
Di mana tragedi ini terjadi? Hari ini, 13 November pada tahun 1998 silam, terjadi demonstrasi besar-besaran di kawasan Semanggi, Jakarta.
-
Kapan tragedi ini terjadi? Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998. Kejadian ini menyebabkan tewasnya 17 warga sipil.
-
Siapa yang menjadi korban dalam tragedi Kanjuruhan? Tragedi Kanjuruhan merupakan peristiwa kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur saat pertandingan antara Arema FC dan Persebaya.135 orang menjadi korban akibat terkunci di stadion. Mereka tewas karena terjadi penumpukan dan berdesak-desakan mencari pintu keluar.
Ia bersama dengan belasan polisi, petugas match steward, dan dua anggota TNI serta petugas dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Malang, bertugas menjaga pintu stadion bernomor 12.
"Saya ditugaskan melakukan pengamanan di pintu 12," katanya, Kamis (19/1).
Sebelum melakukan pengamanan, dia dan petugas lainnya mendapat pengarahan dari Kapolres Malang saat itu, AKBP Ferli Hidayat. Kapolres meminta pada seluruh anggota untuk melakukan pemeriksaan terhadap suporter, utamanya yang tidak memakai atribut.
"Takutnya waktu itu ada supporter lain yang menyusup. Sehingga diminta untuk melakukan pemeriksaan," ujarnya.
Dalam pengarahan itu pula, katanya, seluruh personel yang bertugas diminta tidak membawa senjata api. Namun, ia tidak membantah bahwa ada anggota yang membawa gas gun (senjata gas). Ia pun menyebut bahwa pembawa gas gun itu biasanya adalah anggota brimob.
Usai mendapat pengarahan, kira-kira pukul 20.00 Wib, pertandingan baru dimulai. Penonton berjubel antre memasuki stadion. Hingga jeda babak pertama pukul 21.00 Wib, masih terlihat ada penonton yang hendak memasuki stadion.
Panitia yang memegang bagian tiket pun melakukan buka tutup pintu, meski stadion sudah diperkirakannya sudah penuh. Penuh yang dimaksudnya itu pun dijelaskan bahwa sudah ada penonton yang menonton di area tangga.
"Penonton banyak yang ada di anak tangga, tidak bisa turun ke tribun. Kalau tidak penuh, biasanya mereka langsung ke tribun," jelas dia.
Kira-kira pukul 22.00 Wib, pertandingan selesai. Ia pun diminta oleh atasannya untuk berkumpul di lobi stadion dengan maksud untuk membuat barikade agar official dan pemain bisa keluar stadion.
Namun entah karena alasan apa yang tidak diingatnya, ia menyebut kembali ke pintu 12 yang dijaganya. Pada saat itu, untuk menuju pintu 12 harus melewati pintu 14 dan 13 lebih dulu. Saat tiba di pintu 13 itu lah, dirinya melihat ada seorang wanita terjepit di antara dua daun pintu nomor 13.
"Saya saat itu berinisiatif menolong. Saat itu saya melihat Aremania sudah pada turun ke bawah," tegasnya.
Setelah mencoba melakukan evakuasi sendirian, ia melaporkan peristiwa tersebut pada pimpinannya. Ia bermaksud meminta bantuan tambahan anggota untuk melakukan pertolongan.
"Saya coba evakuasi, waktu itu saya sendirian, saya berhasil keluarkan beberapa orang. Karena situasi tidak kondusif dan tidak aman bagi saya, saya pergi ke lobi lapor ke perwira supaya minta bantuan agar tidak bertambah korban," ungkapnya.
Evakuasi korban pada saat itu terus dilakukan pihaknya. Beberapa korban kemudian dikumpulkan di lobi stadion dan tidak sedikit yang sudah diangkut kendaraan untuk dievakuasi ke rumah sakit.
Saat ditanya jaksa apakah ia mengerti pada saat itu jumlah korban yang meninggal atau terluka, Eka menjawab tidak tahu. Namun, ia baru mengetahui ratusan korban meninggal setelah mendapatkan kabar beberapa saat kemudian.
"Saya kurang paham pada waktu itu ada yang meninggal atau tidak. Karena waktu itu kita konsentrasi untuk melakukan evakuasi saja. Saya baru tahu sekitar 100 an (korban meninggal) setelah malamnya," ungkapnya.
Dalam perkara tragedi Kanjuruhan ini, ia bersaksi untuk dua orang terdakwa. Kedua terdakwa yang dimaksud antara lain, terdakwa Suko Sutrisno Security Officer, dan Abdul Haris selaku Ketua Panpel Arema Arema FC.
(mdk/lia)