Setya Novanto ajukan perlindungan hukum ke Jampidsus Kejagung
Pihak Setya Novanto nilai rekaman percakapan tidak bisa dijadikan bukti tuduhan pemufakatan jahat Kejagung.
Mantan Ketua DPR Setya Novanto melayangkan surat permohonan perlindungan hukum kepada Jampidsus Kejaksaan Agung pada 21 Desember 2015 dengan nomor 002/SP/ZLF/XII/2015 yang ditunjukan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung. Hal ini dilakukan karena bukti yang dimiliki Kejagung dalam mengusut kasus pemufakatan jahat dalam upaya perpanjangan kontrak Freeport dinilai lemah.
Pakar hukum pidana Andi Hamzah menilai, rekaman yang diperoleh tanpa izin yang dilakukan Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin terhadap Setya Novanto dan pengusaha minyak, Riza Chalid tidak bisa dijadikan dasar yang kuat. Menurut dia, bukti rekaman percakapan yang dilakukan di Ritz Carlton beberapa waktu lalu itu tidak sah secara hukum.
"Dalam rancangan KUHAP atas usul ahli hukum acara pidana sedunia Professor Thaman, hal ini ditegaskan dalam KUHAP semua alat bukti (bukan rekaman saja) yang diperoleh secar tidak sah tidak dapat dipakai sebagai alat bukti," ujar Andi Hamzah dalam surat permohonan pihak Setya Novanto, dikutip merdeka.com, Rabu (30/12).
Tak hanya rekaman saja, sambung Hamzah, juga termasuk keterangan saksi yang disuap atau keterangan tersangka dan terdakwa yang mengaku disiksa. Memang dalam KUHP Indonesia merekam pembicaraan orang lain tanpa izin tidak merupakan delik (tindak pidana) baru dalam rancangan KUHP, yang disalin dari KUHP Belanda sekarang.
"Perekaman pembicaraan orang lain tanpa izin, sama penyadapan telepon tanpa izin dan memasuki pekarangan orang lain tanpa izin. Semua ini menyangkut privacy orang," kata dia lagi.
Dalam hal ini, sambung dia, ada perbedaan dasar antara perekam pembicaraan tanpa izin dengan adanya CCTV. Pertama yakni, sambung dia, perekam pembicaraan orang lain bersifat khusus untuk orang tertentu, waktu tertentu, tidak diketahui orang yang direkam pembicraannya.
"Nah sedangkan dalam CCTV bersifat umum, waktu terus-menerus, dapat diketahui atau dilihat orang. Kedua, perekam pembicaraan berupa suara, sedangkan CCTV hanya gambar," ujar dia.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung tengah mengusut dugaan pemufakatan jahat yang dilakukan oleh Setya Novanto dan pengusaha minyak Riza Chalid dalam upaya perpanjangan kontrak Freeport. Presdir Freeport Maroef Sjamsoeddin yang merekam percakapan Setya Novanto dan Riza Chalid saat melakukan pertemuan di Ritz Carlton, Jakarta beberapa waktu lalu.
Kasus ini juga sudah dilaporkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Sudirman melaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Setya Novanto saat menjabat sebagai ketua DPR (sebelum mundur) karena mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres JK.