Siapa benar soal korban tewas tahun 65, Sarwo Edhie atau Sintong?
Ada yang menyebut jumlah korban mencapai 500 ribu jiwa, namun ada juga yang mengatakan jumlahnya tidak sebanyak itu.
Peristiwa kehancuran Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1965-1966 merupakan satu gejala sosial yang penting jika dilihat dari jumlah korbannya. Namun, jumlah korban pembantaian kelompok PKI ini masih diperdebatkan hingga saat ini. Perdebatan ini tak lepas dari banyaknya versi baik dari para pelaku sejarah, dan sumber lainnya. Ada yang menyebut jumlah korban mencapai 500 ribu jiwa, namun ada juga yang mengatakan jumlahnya tidak sebanyak itu.
Sebut saja, kesaksian dari Komandan Pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) Kolonel Sarwo Edhie Wibowo yang mencatat korban tewas tak kurang dari 3 juta orang. Sedangkan, pelaku sejarah lain, yang pernah bertugas di RPKAD, Letjen (Purn) Sintong Panjaitan menyangsikan jumlah korban sebanyak itu. jumlahnya, kata dia, tidak mencapai ribuan orang.
Pernyataan Sintong ini disampaikan saat diminta menjadi narasumber dalam acara Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, di Jakarta pada (18/4) kemarin. Kesaksian Sintong ini membantah catatan korban 1965 yang disebutkan Sarwo Edhie. Bahkan, menyangsikan laporan dari Tim Pencari Fakta yang bentukan oleh Presiden Sukarno.
Tim yang diminta melaporkan berapa jumlah buronan yang terkait pemberontakan G30S kala itu. TPF memberikan laporan kepada Soekarno bahwa korban mencapai angka 8 ribu jiwa.
Meskipun bertugas di satu resimen, namun catatan sejarah antara Sintong dan Sarwo Edhie berbeda. Masyarakat dibuat bertanya-tanya soal jumlah pasti korban dari PKI yang ditumpas. Lalu siapa yang benar?
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Asvi Warman Adam mengatakan masyarakat bisa menilai jumlah korban yang disebutkan kedua pelaku sejarah ini dari jabatannya dan wilayah operasi keduanya. Dia bercerita, kala itu Sarwo Edhie merupakan komandan RPKAD dengan jumlah anak buah yang besar dan wilayah operasinya pun cukup luas. Sementara Sintong, hanya saat ini bertugas sebagai komandan pleton, di mana jumlah anak buah yang terbatas.
"Pertama, Sarwo Edhie itu komandan RPKAD. Angka itu didapat dari laporan anak buahnya, dan luas wilayahnya dapat dilihat. Nah laporan yang diterima adalah 3 juta orang. Sintong, saat itu hanya komandan pleton, dan jumlah anak buahnya terbatas. Saya tidak menyalahkan dia, tapi itu kan pengalaman pribadi dia," kata Asvi kepada merdeka.com, Senin (18/4).
"Nah dari situ kan kita bisa melihat angkanya yang mana, ada komandan dan anak buah. Dari situ kita bisa melihat angka yang paling moderat," sambungnya.
Asvi menjelaskan masyarakat juga perlu memperhatikan data yang dipaparkan oleh pakar di bidang Sosiologi Politik, Iwan Gardono Sujatmiko. Iwan Gardono, katanya, mencoba mencari angka mendekati melalui pengumpulan 39 artikel, buku serta jurnal. Dari analisis ini, didapatlah angka 450.000 ribu.
Ternyata, jumlah itu tak jauh berbeda dengan pernyataan pihak Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yakni 450.000-500.000.
"Iwan Gardono Sujatmiko, dia mengumpulkan semua buku, artikel, dijumlahkan, angka yang didapat 450 ribu, Angka yang moderat, tidak terlampau rendah dan tidak terlampau tinggi," terang Asvi.