Sidang amdal semen, 6 warga walkout & 30 mahasiswa demo dukung PT SI
Sidang amdal semen, 6 warga walkout & 30 mahasiswa demo dukung PT SI. Enam warga walkout lantaran menilai ada yang salah dengan sidang tersebut.
Enam orang dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) walkout atau meninggalkan sidang Komisi Penilai Amdal PT Semen Indonesia di Rembang, yang berlangsung di Kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Tengah, Semarang.
Koordinator JMPPK Joko Prinanto menerangkan, dokumen adendum Amdal dan KL/HPL rencana penambangan bahan baku semen dan pembangunan serta pengoperasian pabrik semen PT Semen Indonesia di Rembang, pada dasarnya sudah ada keputusan MA Nomor 99/TUN/2016 yang telah membatalkan izin lingkungan perusahaan.
"Maka seluruh proses pembangunan pabrik semen Rembang harus dihentikan. Dengan demikian ada yang salah dengan forum yang diadakan ini. Untuk itu kami menolak segara proses penilaian dokumen adendum amdal dan RKL/HPL rencana kegiatan penambangan semen dan pembangunan serta pengoperasian pabrik semen PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah," ujar, Kamis (2/2).
Selain itu, Joko juga meminta proses penilaian dokumen adendum amdal dan RKL/HPL rencana kegiatan penambangan semen dan permbangunan serta pengoperasian pabrik semen Rembang dihentikan.
"Pada dasarnya kita menolak semua proses. Tetapi karena kita menghormati forum ini dan omongan di sana, kita tidak mau menyela di sana (di forum). Secara tertulis kami sudah memberikan masukan dan saran ini untuk dihentikan. Kami yang diundang enam orang yang datang juga enam orang," pungkasnya.
Namun aksi walkout yang dilakukan Joko Prianto, Sukimin, Sujono, Suyasir, Rutono dan Sunjoto itu dinilai tidak berpengaruh terhadap jalanya dan hasil sidang adendum Komisi Penilai Amdal PT Semen Indonesia di Rembang tersebut.
Hadir dalam acara persidangan, pemrakarsa dalam hal ini PT Semen Indonesia (PT SI), perwakilan dan perangkat desa, JMPPK, Walhi Jateng, LP2K Kabupaten Rembang, LSM Semut Abang dan SKPD Pemprov Jateng dan Rembang, pakar dan pemerhati lingkungan serta Kementerian Kehutanan.
Kepala BLH Jateng Bambang Riyanto menyatakan walkout adalah hak warga negara. Dalam forum itu juga sudah sempat dibahas oleh Biro Hukum Pemprov Jateng terkait aksi walkout yang dilakukan oleh pihak penggugat.
"Tadi sudah dijawab oleh Biro Hukum (Pemprov Jateng) kaitannya dengan legitimasi (keabsahan forum) dari sisi hukum. Karena itu adalah hak dari setiap warga negara. Tidak berarti enam orang yang meninggalkan tempat, ternyata bahkan tadi mereka menyatakan jauh dari yang terdampak. Mereka yang tahu dari warga-warga di sini. Enggak berpengaruh. Ini bukan pendapat saya. Bukan soal kuorum atau tidak kuorum. Tapi pendapat pakar-pakar," tegasnya.
Kabag Bantuan Hukum dan HAM Pemprov Jateng Iwan merasa kasihan terhadap langkah walkout yang dilakukan oleh enam warga. Pasalnya, sidang ini justru harus digunakan untuk mengkritisi upaya revisi amdal sesuai rekomendasi putusan PK MA.
"Saya justru kasihan kenapa (warga) kontra tidak gunakan hak ini, kenapa kontra tidak menggunakan hak-haknya di sini untuk menyampaikan. Saat demo pertama kali menyampaikan daerah sana ada dua (gua dan mata air) daerah sini ada ancaman air. Kenapa tidak disampaikan di sini? Tahu-tahu penolakan hanya selesai putusan PK,” pungkasnya.
Usai melakukan aksi walkout, belasan warga yang tergabung dalam JMPPK kemudian membubarkan diri. Mereka melakukan aksi bagi-bagi hasil bumi berupa sayur-mayur, buah-buahan, ketela dan padi serta kendi yang mereka bawa kepada beberapa petugas polisi yang mengamankan aksi mereka.
Sementara itu, warga Rembang melakukan demonstrasi di halaman BLH Jateng mendapat kejutan dengan kehadiran sekitar 30 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Semarang.
Kejutanya, karena puluhan mahasiswa yang sebelumnya diketahui menolak pabrik semen justru memberi dukungan pada perjuangan warga yang menginginkan pabrik semen tetap berdiri dan beroperasi di Rembang, Jawa Tengah.
Puluhan mahasiwa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (Amppera) merupakan perwakilan dari enam perguruan tinggi di Kota Semarang. Keenam perguruan tinggi itu adalah Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Universitas 17 Agustus 1945 (Untag Semarang), Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), IKIP Veteran Semarang, Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan Universitas Semarang (USM).
Dalam aksinya, Amppera membawa beberapa poster dukungan pada warga Rembang. Selain itu juga poster penolakan masuknya NGO asing dan perusahaan semen asing yang mencoba menghancurkan aset nasional dengan melakukan cara secara tidak sehat.
Koordinator Amppera Akbar Bustami mengatakan, sejumlah perwakilan mahasiswa berani menyatakan dukungan kepada pabrik semen karena telah melihat sendiri fakta lapangan.
"Kami ke ring satu tapak pabrik di Rembang pada 28-29 Januari kemarin, kami mengumpulkan data dan melakukan survei," ungkap Akbar Bustami dalam orasinya.
Hasilnya, Akbar menyatakan jika mahasiswa melihat secara langsung bahwa mayoritas warga di lima desa sekitar pabrik semen menunjukkan dukungan masif. Warga justru senang karena keberadaan pabrik telah membuat desa yang semula miskin dan tidak tersentuh pembangunan menjadi makmur dan terbuka akses ekonominya.
"Warga yang semula menganggur kini bekerja di pabrik, pendidikan yang dulu hanya maksimal SMP kini telah mulai ada yang masuk perguruan tinggi, jalan-jalan bagus, warga juga hidup lebih sehat dengan jambanisasi," terangnya.
Melihat data ini, Taufik mempertanyakan motivasi pihak penolak semen. Jika mengaku membela rakyat, mengapa rakyat di Rembang justru mendukung pabrik semen.
"Di putusan MA juga sudah jelas tidak ada perintah penutupan pabrik, mengapa seakan memaksa menutup. Kalau sudah ditutup lalu apa kepedulian para penolak itu pada nafkah dan pekerjaan warga sana? Ini bicara hidup ribuan orang lho," tegasnya.