Sistem penyelesaian sengketa pemilu di Indonesia masih lemah
Ini terlihat dari masih banyaknya pengaduan akibat masalah ini kepada lembaga pengadilan.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro mengakui saat ini sistem penyelesaian sengketa pemilu di Indonesia masih memiliki kelemahan. Ini terlihat dari masih banyaknya pengaduan akibat masalah ini kepada lembaga pengadilan.
"Karena saat ini masih disediakan banyak institusi yang oleh para pencari keadilan dapat mengadukan kembali keberatan yang dia rasakan," ujarnya di Jakarta, Minggu (17/6).
Untuk itu pihaknya tengah mempersiapkan berbagai aturan seperti hukum pidana serta administrasi apabila kemungkinan terjadinya pelanggaran. Sehingga nantinya sistem sengketa pemilu dapat ditangani dengan baik.
"Misalnya untuk pelanggaran pidana harus dipastikan institusi mana yang menangani dan berapa lama. Untuk sengketa tata usaha negara institusi mana yang menanganinya, begitu juga untuk pelanggaran administrasi institusi mana yang menangani dan berapa lama waktu yang dibutuhkan. Jadi sistemnya harus terintegrasi dan ada kepastian berapa lama waktu yang dibutuhkan," ungkapnya.
Dia menambahkan, saat ini apabila partai politik merasa keberatan dengan putusan KPU maka dapat mengadukan ke lembaga pengadilan, namun justru hal ini sebenarnya sangat merepotkan.
"Panwas itu kan bisa mengadukan putusan itu ke mana-mana. Dan putusannya bisa berbeda-beda atas kasus yang sama makanya itu yang merepotkan. Makanya ada sampai sekarang belum selesai karena proses peradilannya masih belum selesai," ungkapnya.
Juri menegaskan, pihaknya selalu memberikan fakta dalam mengambil keputusan dalam Pemilu. Setidaknya, hal ini dapat memberikan gambaran atau usulan ke depan bagaimana sistem integrasi dalam menyelesaikan sengketa pemilu.
"Karena kewenangan itu ada di DPR dan pemerintah yang membuat undang-undang," pungkasnya.