Soal Densus Tipikor, politikus PKS harap JK bicara berdasarkan data
Soal Densus Tipikor, politikus PKS harap JK bicara berdasarkan data. Dia mengingatkan agar penolakan JK tersebut bukan hanya didasarkan pada ketidaksukaan terhadap Densus Tipikor saja. Data diperlukan agar penolakan itu bisa menjadi pertimbangan publik untuk mengkritisi.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menolak rencana Polri untuk membentuk Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Anggota Komisi III dari Fraksi PKS Nasir Djamil berharap JK tidak asal bicara menolak Densus Tipikor tanpa alasan dan data yang akurat.
"Kita harapkan sebagai Wakil Presiden beliau itu bicara berdasarkan data. Beliaukan punya tim, beliau kan punya penasihat, punya staff ahli. Sampaikan data," kata Nasir dalam diskusi perspektif Indonesia bertajuk 'Perlukah Densus Tipikor' di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta, Sabtu (21/10).
Dia mengingatkan agar penolakan JK tersebut bukan hanya didasarkan pada ketidaksukaan terhadap Densus Tipikor saja. Data diperlukan agar penolakan itu bisa menjadi pertimbangan publik untuk mengkritisi.
"Bukan kemudian karena like or dislike, tapi karena memang ada pengetahuan dan pengalaman yang mendalam dari seorang Jusuf Kalla ketika dia mencermati penindakan kasus korupsi di Indonesia," tegasnya.
Salah satu alasan JK menolak Densus Tipikor karena sudah ada sekitar 6 lembaga yang melakukan pengawasan terhadap birokrasi. Nasir menuturkan, semakin banyak lembaga yang diberi hak pengawasan justru lebih baik. Asalkan, kata dia, lembaga pengawas birokrasi mendapatkan pengawasan yang sama.
"Jadi orang yang punya diskresi itu harus diawasi. Makanya sekarang kita ingin meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga pengawasan, kepada kepolisian dan kejaksaan, dan KPK tadi itu," tambahnya.
Menurutnya, KPK sebagai salah satu lembaga pengawas juga harus mendapat pengawasan. Namun, untuk mengatur pengawasan terhadap KPK perlu adanya revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
"Tetapi kan undang-undang KPK belum diubah. Kalau undang-undang KPK diubah kita tentu akan menghadirkan pengawasan untuk mengawasi kinerja KPK," tambahnya.
Sebelumnya, Wapres JK mengungkapkan Densus Tipikor tidak diperlukan. Dia beralasan Indonesia sudah memiliki banyak institusi yang melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah dan kepala daerah.
setidaknya ada enam institusi yang melakukan pengawasan. Sehingga, dia menilai, terlalu berlebihan bila ada rencana menambah satu lembaga lagi untuk mengawasi penggunaan uang negara.
"Pemerintah itu, birokrasi itu, itu sudah diawasi 6 institusi. 6 Institusi mengawasi ini semua. Ada inspektorat, diawasi BPKP, diawasi BPK, polisi aktif juga mengawasi. Kejaksaan juga memeriksa. KPK juga periksa. Jadi jangan berlebihan juga," katanya di Grand Sahid, Jakarta, Rabu (18/10).
Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, terlalu banyak institusi pengawasan tidak baik untuk pembangunan. Karena pada akhirnya malah membuat kepala daerah ketakutan untuk mengambil kebijakan dan keputusan dalam pembangunan serta penggunaan anggaran.
"Karena berlebihan nanti, pemerintah kerjanya hanya membuat laporan saja. Tapi tentu korupsi harus ditanggulangi. Tapi jangan kita berpikir, ini pengawasan harus terus menerus, akhirnya ketakutan. Nanti negara terlambat jalannya," ujarnya.