Soal eksekusi mati, aktivis HAM tuding Jokowi ingin terlihat tegas
"Setelah KAA berlangsung, Presiden kita seperti menampar muka sendiri."
Direktur Human Rights Working Group (HRWG) menyayangkan jika eksekusi mati gelombang kedua tetap dilaksanakan pemerintah Indonesia terhadap para terpidana kasus narkoba. Padahal Indonesia baru saja menggelar peringatan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika (KAA) yang mempromosikan solidaritas antarnegara.
"Baru saja KAA, terlihat semangat ditanamkan solidaritas pada tiap-tiap negara dalam memacu pada prinsip Dasasila mengenai HAM," ujar Rafendi dalam jumpa pers di di kantor HRWG, Gedung Jiwasraya, Gondangdia, Minggu (26/4).
Rafendi menjelaskan bahwa perkembangan HAM saat ini di Indonesia sudah tidak berarah pada peradaban yang lebih baik.
"Sekarang HAM sudah tidak berarah. Bentuk hukuman mati adalah bentuk hukuman yang seharusnya proses seperti ini sudah ditinggalkan oleh manusia," ungkapnya.
Dia menilai, hukuman mati yang ada saat ini layaknya seperti perbudakan yang seharusnya sudah tidak ada namun kerap kali ditemui.
"Setelah KAA berlangsung, Presiden kita seperti menampar muka sendiri. Dia harus sadar kalau hukuman mati harus ditinggalkan. Masih banyak hukuman yang layak yang ada di Indonesia. Terhitung 160 negara dari 192 negara tidak melakukan hukuman mati. Dan semoga Indonesia termasuk dalam 160 negara tersebut," tutupnya.
Di tempat yang sama, Direktur Immigrant Legal Resource Centre (ILRC) Uli Parulina menuding eksekusi mati yang dilakukan sebagai salah satu bentuk pencitraan pemerintah agar dicitrakan tegas.
"Mereka (Jokowi-JK) ingin terkesan tegas di hukum, sejenis pencitraan. Sebenarnya tidak ada bedanya dengan pemerintahan sebelumnya," ujar Uli.
Sedangkan Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Muhammad Daud Bereuh mempertanyakan jargon revolusi mental yang digembar-gemborkan Jokowi saat kampanye lalu.
"Proses hukum harusnya presiden menunjukkan revolusi mental terhadap penegak hukum. Revolusi secara menyeluruh. Bukan mengambil sikap seperti ini. Seperti dugaan rekayasa dan pencitraan," ujar Daud.
Dia menambahkan, sangat aneh ketika ingin menegakkan hukum tapi nyatanya mental tidak berubah. "Jadi jika Jokowi menghormati HAM, harus lebih cermat mengambil keputusan. Ini hal yang kami sayangkan. Langkah tepat bukanlah eksekusi seperti ini, tapi revolusi mental," tutupnya.
Baca juga:
Dikritik, Presiden Filipina akhirnya bujuk Jokowi ampuni Mary Jane
Usai membesuk, keluarga minta Jokowi ampuni duo 'Bali Nine'
Jelang eksekusi mati, LSM HAM makin galak serang Jokowi
Wajah lesu saudara duo Bali Nine sepulang dari Nusakambangan
Ajukan PK, pengacara sebut orang gila tak boleh dieksekusi mati
Jelang dieksekusi, Raheem didampingi pemuka agama dan jumpa kekasih
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Siapa yang mengunjungi Presiden Jokowi di Indonesia? Presiden Jokowi menerima kunjungan kenegaraan dari pemimpin Gereja Katolik sekaligus Kepala Negara Vatikan, Paus Fransiskus, di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu, 4 September 2024.
-
Apa isi dari gugatan terhadap Presiden Jokowi? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Bagaimana Presiden Jokowi saat ini? Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024," kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
-
Apa yang dilakukan Presiden Jokowi pada hari Jumat, 8 Desember? Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima surat kepercayaan dari 10 duta besar luar biasa dan berkuasa penuh (LBBP) negara-negara sahabat.