Soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres, Eks Hakim MK: Seperti Anak Cacat, Kita Harus Terima
Terlepas dari hasil putusan, Maruarar menyoroti para hakim konstitusi yang masih bertahan di jabatannya masing-masing.
Jika putusan itu dianggap cacat, masyarakat harus menerima aturan tersebut.
Soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres, Eks Hakim MK: Seperti Anak Cacat, Kita Harus Terima
Hakim Konstitusi Periode 2003-2008 Maruarar Siahaan menegaskan, putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia capres-cawapres bersifat final dan mengikat.
Maka dari itu, lanjut Maruarar, jika putusan itu dianggap cacat, masyarakat harus menerima aturan tersebut.
- MK Tolak Gugatan Ulang Batas Usia, TKN: Jangan Ada Lagi Nyatakan Pencalonan Gibran Melawan Hukum
- Putusan MK soal Batas Usia Capres Cawapres, Mahfud: Apapun Isinya Tetap Harus Dilaksanakan
- MK Diminta Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres
- Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres, Peluang Anak Muda Menjadi Pemimpin
"Ya seperti anak cacat, kita harus terima. Pincang, mau apa dia nggak bisa ngomong. Itu lah kesulitannya," kata Maruarar saat konferensi pers di Media Center Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Jakarta Pusat, Selasa (31/10).
merdeka.com
Terlepas dari hasil putusan, Maruarar menyoroti para hakim konstitusi yang masih bertahan di jabatannya masing-masing.
Menurutnya, sikap para hakim konstitusi bisa membuat masyarakat tak mempercayai hasil Pemilu 2024.
"Persoalan paling penting, soal bangsa. Apakah kita akan berikan kewenangan kepada mereka yang memutus yang cacat ini untuk memutus sengketa pemilihan presiden yang akan meletakkan nasib bangsa di ujung jari mereka? Ini yang menjadi persoalan pokok sebenarnya," ujar Maruarar.
merdeka.com
Menurut Maruarar, para hakim MK seharusnya sadar dan berani untuk memutuskan mengundurkan diri dari jabata
"Kalau soal ini nasib bangsa, itu harus saya nyatakan, harusnya mereka sadar sendiri. Oke man sampai di sinilah kami. Begitu kan? Meskipun mungkin ada yang dia beritikad baik, tetapi yang intinya soal trust," ucap Maruarar.
"Kalau runtuh kepercayaan terhadap peradilan, akan terjadi genosida karena hakimnya unable (tidak bisa) and unwilling (tidak mau) untuk mengadakan trust di dalam politik hakimian yang terpercaya itu," sambungnya.