Solusi Penguatan Etika Pejabat Publik
Bukan hanya di lembaga peradilan, lembaga lain yang berkaitan dengan hukum juga masih terjadi pelanggaran etika.
Sekretaris Jenderal Transparancy International Indonesia (TII) Danang Widoyoko mengatakan, persoalan pelanggaran etika oleh penyelenggara negara menjadi persoalan mendasar di Indonesia.
Hal itu turut terjadi di lembaga peradilan di Indonesia yang akhirnya menimbulkan parodi mahkamah kakak dan mahkamah adik di Masyarakat.
- Untuk menciptakan kenyamanan bersama, penting untuk mengikuti etika parkir mobil di ruang publik.
- Demi kenyamanan bersama, patuhi etika parkir mobil di ruang publik.
- Akhirnya, Begini Solusi dari Pemerintah Urai Kemacetan Panjang di Pelabuhan Merak
- PELATARAN, Solusi bagi Masyarakat untuk Urus Administrasi Pertanahan di Akhir Pekan
Bukan hanya di lembaga peradilan, lembaga lain yang berkaitan dengan hukum juga masih terjadi pelanggaran etika.
Contohnya yang menimpa komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron yang dijatuhi sanksi teguran dan pemotongan gaji akibat korespondensi dengan pejabat di Kementerian Pertanian.
Dalam konteks ini, ia menilai pentingnya integritas dan independensi dalam peradilan.
"Independensi peradilan dan integritas aktor peradilan adalah kunci utama," katanya dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) bertema Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara: Perspektif Budaya Hukum yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (17/9).
Etika Publik
Dia mencontohkan sosok Jaksa Agung, Baharuddin Lopa dan Hakim Agung, Artidjo Alkostar yang dengan kesederhanaan dan integritasnya, tidak mudah diintervensi oleh kekuasaan.
“BPIP dan Pancasila punya kemampuan untuk mendorong dan menegakkan integritas (di masyarakat),” katanya.
Pakar politik Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi mengatakan, etika harus berlandaskan pada reasoning atau penalaran yang rasional.
"Etika publik adalah kemampuan reasoning. Sehingga kita memiliki argumen rasionalnya untuk berhadapan dengan publik," jelasnya.
Airlangga menegaskan, rasionalitas dalam pengambilan keputusan oleh kekuasaan penting agar hukum di Indonesia tidak dijadikan alat untuk menghadirkan otokrasi legalisme, yaitu menggunakan hukum untuk memperkuat kekuasaan.
“Kerentanan penyelenggara negara jangan-jangan jantungnya pada kehilangan rasionalitas dan berpikir kritis tentang tindakan dan sikap yang diambil penyelenggara negara tadi. Sehingga kemudian, yang muncul bukan etika,” kata Airlangga.
Menyikapi hal tersebut, BPIP melalui Kedeputian Bidang Pendidikan dan Pelatihan telah melakukan Pembinaan Ideologi Pancasila kepada seluruh kalangan, termasuk Diklat PIP bagi eksekutif atau pejabat negara.
BPIP senantiasa menekankan integritas penyelenggara negara merupakan alasan fundamental dalam etika penyelenggaraan negara.