Suarakan Toleransi Lewat Film, Kreasi Prasasti Perdamaian: Membangun Kesadaran Publik Agar Terima Perbedaan
Film Ini bertujuan awernes campain atau membangun kesadaran publik agar bisa menerima aliran keyakinan lain
Bahwa Film ini dibuat bagaimana memanusiakan manusia yang lain walaupun secara teologis berbeda keyakinan
Suarakan Toleransi Lewat Film, Kreasi Prasasti Perdamaian: Membangun Kesadaran Publik Agar Terima Perbedaan
Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) mengkampanyekan toleransi melalui film Ahmadiyah’s Dilemma dan Film Puan Hayati: Threads of Faith. Kedua film ini mengungkap tantangan yang dihadapi oleh agama-agama lokal di Indonesia, menyoroti ketahanan dan pencarian pemahaman.
Dalam "Ahmadiyah’s Dilemma" kehidupan rapper Malik Ross menjadi lensa di mana mengeksplorasi tantangan identitas dan trauma dalam komunitas Ahmadiyah. Film ini menjelajahi lebih dalam mengulik perjuangan yang dihadapi oleh pengikut Ahmadiyah.
Sedangkan dalam Film Puan Hayati: Threads of Faith Dwi Utami dan Nata Hening, keduanya berkomitmen pada keyakinan Puan Hayati di Jawa Tengah.
Menurut Noor Huda Ismail sutradara Film sekaligus Founder Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) bahwa Film ini dibuat bagaimana memanusiakan manusia yang lain walaupun secara teologis berbeda keyakinan. Sehingga negara dapat memastikan teman teman minoritas mendapatkan hak haknya.
"Film Ini bertujuan awernes campain atau membangun kesadaran publik agar bisa menerima aliran keyakinan lain yang secara sosiologis bagian dari negara yang harus dilindungi"
kata Noor Huda Ismail, di Kampus Unpam Viktor, Buaran Kota Tangsel, dikutip Minggu (3/3).
Sementara Ketua Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani di lokasi yang sama mengatakan, bahwa Indonesia sesungguhnya negara yang besar, karena banyak keberagaman.
Sayangnya informasi tidak cukup merata untuk diketahui, sehingga banyak hal yang tidak perduli soal keberagamaan dan itulah sebetulnya yang menjadi titik berangkat peristiwa intoleransi, peristiwa kekerasan yang dialami oleh orang yang dianggap berbeda dari kebanyakan.
Dengan adanya dua film ini, Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan ingin memastikan bahwa ada ruang kita bisa hidup berdampingan dengan damai dan tentram.
"Karena hidup berdampingan sangat penting karena dari peristiwa intoleransi, pasti ada perempuan yang jadi korbannya, dengan persoalan yang dia harus hadapi, langsung pada dampak peristiwa itu" Ungkap Andy Yentriyani.
Agar tidak terulang peristiwa kekerasan perempuan dan agamanya minoritas, Komnas Perempuan sudah berulang kali menyerahkan pemantauan tentang kondisi perempuan dalam berbagai peristiwa intoleransi di Indonesia.
"Kami telah melakukan dialog dengan kementrian agama, dalam negeri, pendidikan dan kebudayaan inilah tiga kementrian yang langsung terlibat ,serta menteri koordinator politik hukum dan ham untuk memastikan agar tidak terulang peristiwa tersebut" Jelasnya