Suku di Kaltim Ini Terancam Punah Karena Pembangunan IKN
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, dikhawatirkan mengusir masyarakat adat dari tanahnya.
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, dikhawatirkan mengusir masyarakat adat dari tanah yang ditempati turun-menurun.
Sejumlah kekhawatiran lain mencuat.Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi mengatakan, sejak awal pihaknya sudah menjelaskan, ada banyak wilayah adat yang terdampak IKN.
Menurutnya, ada ancaman kepunahan pada Suku Balik yang mendiami wilayah adat.
“Orang Balik itu terancam punah, yang sudah berpuluh-puluh tahun, kenapa? Karena sudah berpuluh-puluh tahun kawasan mereka itu ditumpuki oleh konsesi-konsesi, sekarang yang punya konsesi paling banyak di sana, justru ada di wilayah adat, belum lagi komunitas lokal yang ada di sana, orang dari pulau lain, dari Sulawesi, Pulau Jawa, ini mau diapakan?” kata Rukka.
HGU IKN Perparah Konflik Agraria
Rukka mengatakan, seharusnya ada pengakuan terhadap masyarakat adat di wilayah tersebut.
“Harus dibereskan dulu masalahnya, diakui masyarakat adat bahwa mereka pemilik sah asli tanah itu, dan jangan disingkirkan,” ujar Rukka.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat di Pulau Kalimantan sepanjang 2015-2023, ada 338 letusan konflik agraria di lahan seluas 1.074.466,15 hektar, berdampak pada 113.474 keluarga.
Jika dirinci di Kalimantan Timur dalam periode yang sama, terjadi 101 letusan konflik agraria, di seluas 618.374,04 hektar dan berdampak pada 33.041 keluarga.
Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan, proyek IKN yang memberi keistimewaan bagi investor berupa 190 tahun Hak Guna Usaha (HGU) dan 160 tahun Hak Guna Bangunan (HGB) akan memperparah ketimpangan dan konflik agraria di Kalimantan Timur.
“Sepanjang 10 tahun terakhir terbukti HGU adalah penyebab tertinggi konflik agraria di tanah air. Apalagi jika diberi HGU super istimewa hampir dua abad,” kata Dewi.
Tumpang Tindih Wilayah
Dewi menjelaskan sebelum ada IKN, di Kalimantan Timur sudah banyak terjadi tumpang tindih antara wilayah adat atau wilayah masyarakat dengan konsesi perkebunan, tambang hingga klaim hutan tanaman industri oleh negara.
Seharusnya, kata Dewi, pemerintah menjalankan lebih dulu reforma agraria untuk memastikan proteksi, perlindungan hak-hak masyarakat setempat termasuk masyarakat adat.
“Karena kalau buru-buru tanpa ada proses reformasi penuntasan tumpang tindih klaim, maka yang terjadi adalah akumulasi masalah struktural yang akan semakin berlipat ganda di Kaltim. Kalau tidak dituntaskan dan akan rentan mengkriminalkan komunitas adat, petani. Kalau misal mereka keberatan tanah atau wilayah adat menjadi target pembangunan IKN,” katanya.
Momentum Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia
Di Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia, Rukka menambahkan, berharap ada kejelasan soal RUU Masyarakat Adat di DPR. Ia mengatakan sudah 10 tahun RUU itu mangkrak.
“Tentu saja sudah 10 tahun lebih UU Masyarakat Adat mangkrak di DPR, itu masih tertahan di dua fraksi, PDIP dan Golkar, mudah-mudahan setelah ini bisa bergulir,” katanya.
Rukka mengatakan, AMAN sudah meminta waktu untuk bertemu dengan anggota DPR terkait dengan UU itu. Di sisi lain, Rukka juga berharap Presiden berikutnya memiliki perhatian serius terhadap masyarakat adat.
“Mudah-mudahan segera bisa dimasukan lagi dan disahkan, dan kita barharap masyarakat adat jadi perhatian serius presiden yang akan dilantik,” katanya.