Sys NS soal angket KPK: DPR sedang mengalami sindrom gagal paham
Sys NS soal angket KPK: DPR sedang mengalami sindrom gagal paham. Sys mengatakan hal tersebut karena pengajuan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi telah menghina akal sehat rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan yang sah.
Koordinator aksi 'Indonesia Waras' Sys NS menyebut Dewan Perwakilan Rakyat mengalami sindrom gagal paham. Sys mengatakan hal tersebut karena pengajuan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi telah menghina akal sehat rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan yang sah.
"DPR sedang mengalami sindrom gagal paham, sebab pembentukan angket terhadap KPK bertentangan dengan UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3," kata Sys di gedung KPK, Jalan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (15/6).
Sys menjelaskan, Pasal 79 ayat (3) UU MD3 sudah sangat tegas menyebutkan, hak angket bertujuan untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
"Ketentuan ini sangat jelas menyatakan, penggunaan hak angket oleh DPR ditujukan kepada eksekutif, bukan kepada penegak hukum. Kami waras, karena itu kami mengetahui dan mengerti bahwa KPK adalah institusi penegak hukum," ujarnya.
Karena itu, aksi 'Indonesia Waras' yang terdiri dari berbagai dari dari berbagai elemen masyarakat tersebut mempertanyakan tujuan DPR soal hak angket itu.
"Lalu apa substansi angket DPR terhadap KPK? Ada dua hal, yakni tentang kebocoran informasi dan konflik internal. Kami sangat waras. Sebaliknya DPR gagal paham, sehingga tidak mampu lagi memahami bahwa yang mereka maksudkan adalah hal teknis yang tidak perlu diangketkan," imbuh Sys.
Menurut Sys, angket adalah kedok dan alat bagi DPR untuk membungkam bahkan membunuh KPK. Sebab, kalau kembali ke dasar hukumnya, Pasal 201 UU MD3, panitia angket harus berasal dari semua fraksi di DPR, bukan hanya sebagian besar.
"Tetapi demi kepentingan pribadi dan komplotan, tanpa nurani DPR mengakali aturan, dan ingin mengubah UU demi akal bulus DPR lalu dinyatakan sah. Kami waras, sehingga kami malu memiliki wakil seperti DPR. Ingatlah, kami rakyat waras, tak mau dibodohi," pungkasnya.