Tahan ijazah bikin resah
Jalan keluar mesti dicari segera, supaya Evy bisa melanjutkan cita-citanya.
Tidak mudah bersekolah di Indonesia. Tak cukup dengan kemampuan diri, tetapi kocek juga harus mendukung.
Evi Ningsih contohnya. Siswi SMA Taruna, di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, itu terpaksa gigit jari. Ijazahnya ditahan oleh pihak sekolah dengan dalih dia masih berutang. Jumlahnya Rp 10 juta. Padahal, dia hendak mendaftar menjadi anggota TNI. Gara-gara tanda kelulusan itu belum di tangan, dia kelimpungan.
Kepala SMA Taruna Kabupaten Dharmasraya, Syamsuir Djaka, berkeras dengan sikap itu. Mereka menahan ijazah Evi tunggakan lunas. Tak ada keringanan sedikit pun.
"Ini sudah ketentuan yang ditetapkan sekolah, jadi kami tidak dapat berikan sebelum iuran tersebut dilunasi," kata Syamsuir kemarin.
Syamsuir berdalih sekolah kerap memberikan toleransi kepada siswa tidak membayar iuran. Misalnya saat akan mengikuti ujian semester.
"Tunggakan SPP siswa ini sudah sejak ia di bangku kelas X. Selain itu juga belum membayar uang asrama, uang kostum, dan lainnya. Jika ditotal mencapai Rp 10 juta," ucap Syamsuir.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48/2008, tepatnya pada Pasal 52 huruf F tentang Pendanaan Pendidikan, disebutkan pungutan atau sumbangan pendanaan pendidikan harus memenuhi ketentuan, tidak boleh dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Namun praktiknya tidak demikian. Para pelajar mempunyai problem keuangan selalu dibikin susah.
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Barat, sudah memprotes penahanan ijazah Evy. Mereka juga melayangkan surat buat meminta klarifikasi dari sekolah, ditembuskan kepada Bupati Dharmasraya, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
"Kami menerima pengaduan dari siswa SMA Taruna di Kabupaten Dharmasraya. Ia mengaku ijazahnya ditahan pihak sekolah. Padahal bulan ini siswa tersebut akan mendaftar menjadi anggota TNI," kata Asisten Ombudsman Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi.
Adel menyatakan Ombudsman sudah mencoba berunding dengan Yayasan SMA Taruna. Namun sekolah ngotot dengan sikap mereka. Evy tak bakal bisa melenggang sebelum utangnya dilunasi.
"Ini penting, karena terkait masa depan anak bangsa. Tidak boleh masa depan siswa terenggut hanya karena tidak punya uang," ujar Adel.
Adel menuding pihak sekolah tidak memahami ketentuan permintaan sumbangan atau pungutan pendidikan, yang sampai menahan ijazah. Hal itu menurut dia berlaku di seluruh sektor, negeri maupun swasta.
Pihak sekolah berkilah dana Bantuan Operasional Sekolah dikucurkan pemerintah selama ini tidak mencukupi. Sehingga mereka memutuskan menahan ijazah yang sudah tentu mengganggu karir, dan kelanjutan masa depan siswa. Hal ini tentu menjadi ironi. Lantas bagaimana pelajar Indonesia bisa bersaing kalau mesti direpotkan hal seperti ini. Perlindungan dan ketegasan pemerintah juga dipertanyakan dalam penerapan aturan itu, supaya tidak ada lagi Evy-Evy lain mesti dipersulit saat menyelesaikan pendidikan mereka.