Tahun 2014 marak kasus penyiksaan PRT, pemerintah dinilai gagal
Pihaknya mendesak pemerintah segera mengesahkan RUU Perlindungan PRT dan ratifikasi ILO 189 kerja layak PRT.
Sejumlah elemen yang tergabung dalam Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) mengatakan, sepanjang tahun 2014 angka kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) masih tinggi. Apalagi menjelang akhir tahun 2014, masyarakat dihebohkan dengan peristiwa penyiksaan sejumlah PRT di Medan oleh agen penyalur H Syamsul Anwar. Bahkan seorang PRT atas nama Cici dan Yanti meninggal akibat keganasan seorang penyalur tenaga kerja tersebut.
Pengacara publik LBH Jakarta sekaligus anggota Jala PRT Pratiwi Febry mengatakan, sepanjang tahun 2014 terjadi 408 kasus kekerasan terhadap PRT.
"90 Persen adalah multi kasus dari kasus kekerasan fisik, psikis, ekonomi perdagangan manusia, dengan pelaku adalah majikan dan penyalur," katanya di kantor LBH Jakarta, Minggu (14/12).
Lebih jauh dia mengatakan, masih tingginya tindak kekerasan tersebut merupakan bukti kegagalan pemerintah melindungi PRT.
"Negara dalam hal ini DPR dan Pemerintah absen dan melalaikan PRT dan terjadi kekosongan hukum," katanya.
Dia menegaskan, pihaknya mendesak pemerintah segera mengesahkan RUU Perlindungan PRT dan ratifikasi ILO 189 kerja layak PRT.
"Kita mendesak pemerintah, Presiden, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Hukum dan Ham untuk aktif mengambil langkah perwujudan UU Perlindungan PRT dan Ratifikasi Konvensi ILO 189," tegasnya.
Selain itu pihaknya juga mendesak aparat lokal dan masyarakat secara aktif melakukan monitoring terhadap situasi pekerja rumah tangga yang bekerja di lingkungan sekitarnya.
"Harus ada langkah pro-aktif aparat dan masyarakat untuk pencegahan apabila menjumpai fenomena yang mengarah pada tindak kekerasan," katanya.