Tak Sama Seperti Influenza, Ini Penjelasan Ahli Soal Covid-19
"Virus influenza itu misalnya H5N1, H1N1, H3N9 kalau tidak salah. Tapi Corona virus itu keluarga besar lain. Jadi tidak bisa disamakan. Walaupun gejalanya sama," ungkapnya.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Profesor dr Amin Soebandrio ,menegaskan bahwa virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19 berbeda dengan virus Influenza. Meskipun dari segi gejala ada kesamaan, dua jenis penyakit ini tidak bisa disamakan begitu saja seba berasal dari 'keluarga' virus yang berbeda.
"Virusnya sendiri berbeda. Keluarga virus influenza sama Corona, beda. Virus influenza itu misalnya H5N1, H1N1, H3N9 kalau tidak salah. Tapi Corona virus itu keluarga besar lain. Jadi tidak bisa disamakan. Walaupun gejalanya sama," ungkapnya, dalam diskusi, di Jakarta, Minggu (8/3).
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan virus menginfeksi sel inang? Virus dapat bertindak sebagai agen penyakit dan agen pewaris sifat. Dalam kehidupan sehari-hari, virus tidak lagi terdengar asing bagi kita. Bermacam-macam virus dapat menimbulkan berbagai penyakit pada tubuh manusia yang tidak diinginkan. Jika tubuh kita dalam kondisi menurun (lemah), maka kita dapat dengan mudah terserang penyakit atau virus. Virus dapat bertindak sebagai agen penyakit dan agen pewaris sifat. Sebagai agen penyakit, virus memasuki sel dan menyebabkan perubahan-perubahan yang membahayakan bagi sel, yang akhirnya dapat merusak atau bahkan menyebabkan kematian pada sel yang diinfeksinya. Sebagai agen pewaris sifat, virus memasuki sel dan tinggal di dalam sel tersebut secara permanen.
-
Apa itu virus? Virus adalah mikroorganisme yang sangat kecil dan tidak memiliki sel. Virus merupakan parasit intraseluler obligat yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel organisme biologis.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
Dia mengakui, memang ada sejumlah gejala Covid-19 yang mirip dengan influenza, seperti demam, batuk, dan sesak napas. "Tapi yang khas untuk Covid-19 ini tidak disertai dengan runny nose (mengeluarkan ingus), pilek yang mengalir. Kalau pasien dengan batuk pilek. Terus pileknya deras, hampir dapat dipastikan itu bukan Covid-19, tapi lebih banyak virus influenza," imbuhnya.
Dia melanjutkan, ada kemungkinan orang yang membawa virus belum tentu orang sakit. Karena itulah, strategi dalam penanganan Covid-19 harus diubah.
"Selama ini kita kriterianya adalah ada gejala dulu, demam, sakit, sesak napas, batuk, plus ada riwayat kontak. Kadang-kadang susah di-trace," urainya.
Amin menggambarkan, orang-orang yang terpapar Covid-19 seumpama piramida. Pada lapisan paling bawah dengan jumlah yang paling besar adalah mereka yang terpapar virus tapi tidak tertular dan kelompok orang tertular virus tapi tidak sakit berat.
"Orang yang terpapar oleh virus, tidak semuanya tertular. Tidak semua yang tertular itu sakit berat. Sebagian besar hanya mungkin kayak kena flu sebentar, demam terus sembuh sendiri."
Dua kelompok inilah yang kemudian bepergian kemana-mana dan kemudian menyebarkan SARS-COV-2. "Dia tidak sakit, dia tidak ke dokter. Jadi tidak ada indikasi yang harus diperiksa. Suhu juga tidak tinggi. Jadi dia bisa pergi lah ke luar kota, ke luar negeri, berkeliaran sejak sebelum Wuhan ditutup. Kita tahu masa inkubasi bisa ada yang 7 hari, 14 hari, 20 hari," tutur Amin.
"Kalau kita lihat penyebaran di internasional, ya mereka-mereka yang tadi tidak bergejala atau bergejala setelah 20 hari, tapi sudah sempat ke mana-mana," katanya.
Sementara di posisi puncak piramida, yakni mereka yang kemudian menjadi sakit karena Covid-19. Mereka yang sakit pun tidak semuanya dalam kondisi berat dan tidak semua yang mengalami sakit berat karena Covid-19 kemudian meninggal dunia.
"Jadi seperti piramida, yang meninggal itu sebagian kecil, ada yang sembuh juga," terangnya.
Karena itu, dalam kasus di Indonesia, saat ini sudah ada 4 kasus positif Covid-19. Karena adanya kasus positif, tidak tertutup kemungkinan ada juga orang yang terpapar virus tapi tidak sakit. Juga mereka yang sakit, tapi tidak berat.
"Itu yang kita mesti cari. Apalagi kalau yang sudah kontak dengan satu orang kasus indeks yang orang asing itu, plus dua orang ini sekarang sudah empat. Kita mesti lakukan active surveilance. Mesti cari. Di sisi lain orang-orang yang bergejala tapi tidak bisa diketahui kontaknya itu harus diperiksa."
"Jadi misalnya di RS. Kalau misalnya ada orang tiba-tiba demam tinggi, tiba-tiba batuk sesak napas dan dalam waktu singkat menjadi tambah berat, kita mesti curiga. Jangan-jangan ada kontak. Kalau ditanya, pergi luar negeri nggak, wah saya di kampung saja. Tapi kita tidak tahu dia ada yang menyembunyikan ada yang tidak tahu kalau dia kontak, misalnya ke mal atau ke mana," papar dia.
Menurut dia, seseorang dikatakan positif Covid-19 jika berdasarkan pemeriksaan laboratorium terbukti mengandung virus SARS-CoV-2. "(Positif) Kalau di laboratorium kita bisa buktikan orang itu mengandung virus. Walaupun tidak sakit. Jadi tidak bergejala dia bisa mengandung virus. Dia baru saja kontak atau virusnya belum sempat berkembang biak terlalu banyak."
Memang, mereka yang belum menunjukkan gejala Covid-19 akan menyebarkan virus lebih sedikit dari mereka yang sudah menunjukkan gejala Covid-19. "Kalau sudah bergejala berarti virusnya sudah masuk dalam sel dan berkembang biak," imbuhnya.
Meskipun demikian, berdasarkan penjelasan tersebut dia meyakinkan masyarakat agar tidak perlu panik. "Karena kalau kita lihat tadi sebagian besar yang terpapar itu tidak tertular. Yang tertular tidak semuanya sakit. Jadi kita bisa melihat," ujar Amin.
"Orang yang tertular punya kesempatan sembuh 94 persen. Itu penting dicermati oleh masyarakat. Tidak semuanya akan jadi kasus berat. Yang sembuh sekarang sekitar 50 persen. Sekitar 50.000-an tapi kesempatan untuk sembuh 94 persen," lanjut dia.
Sebagai contoh dia menyebutkan yang terjadi di China. Di Negeri Tirai Bambu itu, jumlah orang yang didiagnosa positif terus menurun.
"Kembali yang saya sebutkan, tidak semua yang tertular, itu bisa sakit. Yang sakit tidak berat. Ini yang kita cermati di China sekarang. Walaupun China dianggap sebagai negara episentrum, tapi sekarang jumlah orang yang didiagnosis positif malah menurun. Itu diakibatkan karena mereka dalam populasi sudah mengalami kekebalan," tandasnya.
(mdk/lia)