Tanggungjawab PDIP organisir rakyat dan wujudkan Tri Sakti
Sekarang sudah waktunya tiap keputusan politik bergeser dari elitis jadi praksis.
Sosiolog UGM, Arie Sudjito mengingatkan parpol di tanah air, termasuk PDIP, harus mulai melakukan kerja pengorganisasian masyarakat. Tidak hanya berhenti pada orientasi kemenangan berpolitik meraih kekuasaan semata.
Penegasan tersebut disampaikan saat berbicara di forum diskusi pakar Roundtable Discussion "Mewujudkan Tri Sakti Dengan Pembangunan Semesta Berencana Untuk Indonesia Raya" di Ruang Sekip, University Centre UGM.
"Sudah saatnya parpol punya road map yang jelas. Lakukan pengorganisasian masyarakat, jangan rakyat diajak teknokrasi saja," kata Arie Sudjito, Senin (4/1).
Sorotan tajam dari doktor ilmu sosiologi di UGM itu untuk mengingatkan para pengurus parpol agar ke depan lebih aktif ajak publik dan rakyat agar mau terlibat dalam keputusan penting di Indonesia. Selama ini, masyarakat disebutkan kurang terlibat, karena secara sosial setiap putusan politik kurang partisipasi publik.
Sekarang sudah waktunya tiap keputusan politik bergeser dari elitis jadi praksis.
"Rakyat harus mulai dibiasakan tidak langsung bawa masalah politik ke ranah hukum. Ajak dan beri ruang debat tentang kekuasaan. Kalau ada masalah bukan langsung di bawa jadi masalah hukum, politik harus ditandai dengan debat habis-habisan, sengketa politik harus dibahas, ini harus diberi ruang, politik jangan sampai teramputasi," kata Arie Sujito.
Doktor ilmu sosiologi yang aktif perjuangkan masalah desa ini menambahkan ia merasakan optimisme dari riset yang pernah dilakukan.
"Ada partisipasi rakyat dalam pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif hingga pilpres. Memang ada dinamika, beberapa berujung simplifikasi pada aspek hukum. Kita butuh adanya civic education, pendidikan politik yang lebih sentuh masalah dan problema rakyat," katanya.
Selama 32 tahun kepemimpinan orde baru disebutkan telah membuat kondisi politik di tanah air dipenuhi racun yang menjauhkan rakyat dari politik. Dibutuhkan detoksifikasi racun politik orde baru.
Ke depan, Arie menyatakan partai harus punya blue print, manifesto politik yang operasional. PDI Perjuangan punya kesempatan lahirkan kader yang ideologis, mampu bekerja di setiap lini.
Arie Sujito meyakini secara sosiologi masyarakat Indonesia punya akar kultural untuk lahirkan semangat marhaenisme.
"Saya kira saat ini pekerjaan pemikir pejuang dan pejuang pemikir, masih relevan. Sayangnya tidak semua pemikir mau organik, bekerja melalui praksis organik, tinggal kemampuan mengelola dan hilangkan racun masa lalu," katanya.
Bagi dosen yang semasa kuliah aktif di pergerakan mahasiswa ini, ideologi itu sebenarnya enak dikunyah.
"Kalau sekarang digelorakan revolusi mental, jelas butuh corak kepemimpinan yang lebih tegas, bagaimana jalankan demokrasi untuk selamatkan ideologi," katanya.
Sementara itu, Andi Sandi, SH, LLM wakil dekan Fakultas Hukum UGM menyatakan dalam politik, hukum sejatinya bisa menjadi jalan untuk pembangunan nasional. Hal sederhana soal taat hukum tidak bisa lagi hanya jadi materi diskusi dan seminar tapi harus dijalankan dalam praksis nyata.
Bisa di mulai dari hal yang paling dekat, mulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat.
"Pedoman jelas Pancasila dan konstitusi sebagai dasar hukum. Taat pada hukum ini harus menjiwai tindakan politik. Peraturan mestinya dibuat untuk mudahkan kehidupan. Kader partai khususnya yang legistalif mesti banyak berperan mengawal tujuan pembangunan semesta berencana ini sesuai Konstitusi ," katanya.
Sementara itu, Prof Wuryadi, Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta mengingatkan pesan Proklamator, Soekarno pernah mengatakan bagaimana sebenarnya konsep demokrasi yang dikembangkan. Konsep demokrasi yang berasal dari desa di Yogyakarta itu penting dikaji dan jalankan bersama bukan pilihan demokrasi dengan voting.
"Konsep demokrasi soal mufakat, inspirasinya pemerintah desa, ada rembug desa. Saat saya di Kanada itu dapat inspirasi kembali, rembug desa. Ini jadi inspirasi hasilkan konsep alternatif dispute resolution, ini masa depan solusi konflik di dunia," katanya.
Bagaimana suasana hidup rakyat dalam menentukan kehidupan, kita bisa lihat masing anggota yang masuk berikan pendapat yang berbeda.
"Lurah yang arif mengkanalisasi, agar bisa omong aku tidak setuju. Mufakat, bukan voting karena itu depolitisasi," katanya.