Terlibat Penipuan Lintas Negara, 24 Warga Negara China Dideportasi dari Indonesia
Mereka diduga kelompok sindikat penipuan internasional pelaku cyber fraud (penipuan siber) melalui medium pesan aplikasi WhatsApp dan call center palsu.
26 Warga China dideportasi Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) ke negara asal terkait dugaan keterlibatan sebagai sindikat penipuan internasional.
Kasus tersebut bermula saat 26 WNA asal Negeri Tirai Bambu itu diserahterimakan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri kepada Ditjen Imigrasi, Selasa (15/03).
-
Kapan WNA itu ditangkap? HBR belakangan ditangkap Imigrasi Tanjung Perak dan terancam dideportasi ke negaranya lantaran izin tinggalnya sudah tidak berlaku.
-
Kenapa WNA itu dideportasi? HBR belakangan ditangkap Imigrasi Tanjung Perak dan terancam dideportasi ke negaranya lantaran izin tinggalnya sudah tidak berlaku.
-
Dimana WNA itu tinggal? Berdasarkan pengakuan Ketua RT setempat, yang bersangkutan tinggal di dusun tersebut kurang lebih satu setengah tahun.
-
Siapa Rizma? Seorang guru SD Negeri 2 Karangmangu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah bernama Rizma Uldiandari sempat viral pada 2016 lalu.
-
Mengapa WNA Pakistan melakukan penipuan? Aksi WNA itu terekam dalam video yang viral di media sosial. Ada tiga WNA diduga melakukan pungutan liar berkedok sumbangan agama.
-
Siapa yang melaporkan WNA itu ke Imigrasi? Penangkapan HBR berawal dari laporan masyarakat.
Mereka diduga kelompok sindikat penipuan internasional pelaku cyber fraud (penipuan siber) melalui medium pesan aplikasi WhatsApp dan call center palsu.
"Tim dari Direktorat Wasdakim (Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian) saat ini sedang melakukan persiapan untuk pendeportasian 26 WNA, yang diduga sebagai sindikat penipuan internasional tersebut," kata Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Pria Wibawa dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (16/3).
Sindikat Penipuan Internasional
Penangkapan terduga sindikat penipuan internasional tersebut berawal dari informasi daftar pencarian orang oleh Kepolisian Taiwan, yang diterima Bareskrim Polri dengan nomor TPE/FAX/111/02/CIB-TETO/02B pada 18 Februari 2022, perihal bantuan penangkapan WNA asal Taiwan berinisial CMT. Menindaklanjuti hal tersebut, polisi kemudian meringkus CMT beserta jaringannya, termasuk barang bukti di lima lokasi berbeda.
CMT dan kelompoknya diketahui melakukan penipuan siber dengan mencari nomor handphone dan identitas calon korban. Pelaku mengirimkan pesan melalui aplikasi WhatsApp atau menelepon korban, dengan mengaku sebagai polisi China dan menyampaikan berita bohong bahwa korban tersangkut suatu perkara di kepolisian China.
Setelah itu, korban diminta menghubungi kepolisian China melalui nomor tertentu yakni call center palsu yang telah disiapkan pelaku.
Saat korban menelepon call center, terjadi tawar-menawar hingga korban bersedia mentransfer sejumlah uang untuk ditempatkan pada rekening perusahaan yang berafiliasi dengan tersangka CMT. Perusahaan tersebut antara lain PT Trading Global International, PT Trio Pilar Trading Indonesia, dan PT Lide Trading International.
"Menurut informasi yang kami terima, korban penipuan CMT dan kelompoknya yang berjumlah 350 orang semuanya diduga berasal dari Republik Rakyat Tiongkok berdasarkan nomor teleponnya," jelasnya.
Terkait tindak pidana penipuan yang dilakukan pelaku, selanjutnya akan dieksekusi oleh aparat penegak hukum di negaranya. Sementara itu, sembari menunggu proses deportasi, tim Ditjen Imigrasi juga memeriksa dokumen perjalanan para pelaku untuk melihat apakah ada pelanggaran keimigrasian.
"Jika ada, maka akan dikenakan sanksi keimigrasian sesuai peraturan perundang-undangan," ujar dia.
Kronologi Kasus
Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) Bareskrim Polri telah mengungkap tindak pidana penipuan dengan menggunakan sarana media elektronik (Sindikat Transnational Fraud). Dalam kasus ini, sebanyak 26 orang telah diamankan.
"Kemarin hari Senin berhasil mengamankan 26 pelaku penipuan lintas negara. Pengakuan ini berawal dari tim Bareskim dari pelaksanaan konferensi Asia, dimana isu penipuan lintas negara adalah isu yang hangat dibahas karena melibatkan korbannya di beberapa negara," kata Dir Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian kepada wartawan, Selasa (15/3).
"Sekembalinya dari sana, kemudian Dit Tipidum melakukan penyelidikan-penyelidikan dan salah satu nama muncul sebagai pelaku atau coordinator jaringan dari penipuan lintas negara ini," sambungnya.
Lalu, dari hasil penyelidikan itu dilakukan penindakan pada Senin (14/3), yang berawal dari satu unit rumah yang beralamat di klaster Melodi 5, No 19, PIK, Penjaringan Jakarta Utara. Di sana, anggotanya mengamankan enam orang terduga pelaku.
"Kemudian dari proses interogasi yang dilakukan di TKP, kemudian berkembang lagi di TKP kedua yaitu di Perumahan Harmoni 5 PIK 2, kami berhasil mengamankan 1 orang," ujarnya.
"Kemudian, berkembang lagi ke TKP 3, yaitu di Jalan Pluit Utara Raya, no 36, Penjaringan, Jakarta Utara berhasil lagi diamankan 4 orang dan yang terakhir dikembangkan ke perumahan Citra Grand Kawasan Nusa 2 blok d 2 no. 10, RT 02, RW 11, Jatikarya, Kota Bekasi," tambahnya.
Selanjutnya, dari lokasi keempat pihaknya mengamankan sebanyak 15 orang serta menyita sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan perkara tersebut serta paspor dari masing-masing terduga pelaku itu.
"Dari para pelaku yang diamankan sebanyak 26 orang, penyidik berhasil mengidentifikasi bahwa dari 26 orang tersebut 22 diantaranya adalah Warga Negara China, dan 4 lainnya adalah warga Negara Taiwan. Dari 26 orang itu, terdiri dari 16 laki-laki dan 10 wanita," sebutnya.
Barang Bukti Disita
Selain itu, terkait dengan kasus ini sendiri saat ini telah diserahkan atau dilimpahkan ke Imigrasi. Mengingat, para korban yang menjadi sasaran terduga pelaku merupakan WNA yang ada di China.
"Seluruh korban dari jaringan ini, jaringan pelaku penipuan trans-nasional itu ada di China. Oleh karena itu, mengingat kemungkinan hambatan yang akan dihadapi penyidik, kemudian kami bekerja sama dengan teman-teman yang ada di Imigrasi. Sementara ini kita limpahkan ke Imigrasi untuk penanganan lebih lanjut di imigrasi," ungkapnya.
Terkait dengan modus operandi para terduga pelaku, mereka sudah menghubungi sebanyak 350 orang yang nomornya berada di China. Hal itu diketahui berdasarkan penelusuran pihaknya.
"Ini yang diduga menjadi korban-korban mereka, dimana dari hasil penyelidikan juga diketahui sudah mulai beroperasi sejak awal tahun 2021. Kemudian diperkirakan puluhan miliar, kemudian mereka membuat seolah-olah menjadi operating center, kemudian mereka bertugas mencari no hp dan mengidentifikasi calon korban," paparnya.
"Kemudian, menghubungi baik melalui jaringan seluler atau WA, mengaku sebagai polisi China dan menyebarkan berita bohong. Kemudian korban terkait suatu perkara di kepolisian China. Kemudian diminta untuk menghubungi polisi China dengan nomor telepon tertentu yang sudah ditetapkan oleh mereka yang seolah-olah mereka jadikan sebagai call center," sambungnya.
Kemudian, dilakukanlah tawar menawar agar korban mau mentransfer sejumlah dana yang ditempatkan pada rekening tertentu atau rekening perusahaan yang beravilidasi, dengan salah satu otak pelaku yang bernama Cuamintang yaitu PT Training Gobal Internasional dan PT Trio Pila Indonesia serta PT Light Training Internasional.
"Dari perusahaan tersebut, uang hasil kejahatan itu dilakukan penyucian uang. Kemudian dikirim ke rekening penampungan. Itu praktik yang mereka lakukan," jelasnya.
Selain itu, terkait dengan alasan para terduga pelaku yang melakukannya di Indonesia. Hal itu masih sedang didalami oleh pihaknya, apakah ada yang memfasilitasi kedatangan mereka di Indonesia atau tidak.
"Tapi mengingat keterbatasan saksi atau korban atau bukti lain, untuk percepatan supaya ada kejelasan hukum atau kepastian hukum terhadap mereka. Makanya, hari ini juga kita akan limpahkan ke yang bersangkutan dulu untuk dilakukan penanganan yang tercepat kepada teman-teman imigrasi," tuturnya.
"Kemudian pertanyaan kedua, itu hanyalah nama PT yang mereka ciptakan. Seolah-olah perusahaan yang disamarkan sebagai call center, inilah ketika korban menghubungi kembali diangkat PT PT yang sudah mereka atur," tutupnya.
(mdk/gil)