Tiga kali bertemu Mendes, anggota VII BPK tegaskan tidak bahas opini WTP
Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Eddy Mulyadi Soepardi mengaku ada tiga kali pertemuan dengan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sanjoyo. Selama pertemuan itu, dia mengaku tidak pernah membahas soal audit laporan keuangan kementerian tersebut.
Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Eddy Mulyadi Soepardi mengaku ada tiga kali pertemuan dengan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sanjoyo. Selama pertemuan itu, dia mengaku tidak pernah membahas soal audit laporan keuangan kementerian tersebut.
"Pernah bertemu 2017 satu kali awal Mei setelah saya serah terima anggota VII BPK-RI. 2016, (pertemuan pertama) saat beliau baru dilantik, kedua saat kami sama-sama jadi narasumber di Kabupatem Majalengka," ujar Eddy saat menjadi saksi sidang kasus suap pejabat Kemendes terhadap auditor BPK, di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (27/9).
Jaksa penuntut umum KPK mengulik pertemuan Eddy dengan Eko di tahun 2017. Sebab, di tahun tersebut tepatnya bulan awal bulan Mei, BPK belum menyelesaikan hasil laporan keuangan yang tengah diaudit terhadap Kementerian Desa.
Disinggung jaksa mengenai hal tersebut, Eddy tidak menampik pertemuan di tahun 2017 pihaknya belum menyelesaikan laporan keuangan Kemendes. Namun dia berdalih, pada saat pertemuan itu tidak ada pembicaraan khusus mengenai opini. Khususnya opini terhadap Kemendes.
"Setelah pembicaraan 10 menit, pak Gito (Sugito) masuk belakangan mendampingi pak menteri jadi saya tidak membicarakan substansi pemeriksaan sama sekali. Saya belum mendapat simpulan opini kementerian lembaga, saya ingat tidak ada sedikitpun membahas opini," ujar Eddy menjelaskan kronologi pertemuannya dengan Eko yang dilakukan di kantor BPK.
Barulah pada tanggal 19 Mei 2017, pihaknya menyelesaikan hasil akhir laporan keuangan kementerian, termasuk Kemendes. Tahapan tersebut, tukasnya, secara oromatis menerbitkan opini terhadap seluruh kementerian.
"Kita serahkan tanggal 19 kami whole. 18 Mei Definitif kementerian ini opininya ini dan itu dipresentasikan penanggungjawab, kebetulan kementerian Desa PDTT meruapakan tiga kementerian yang signifikan selain Kemensos, Kemenristekdikti," katanya.
Terkait kasus ini, KPK menetapkan empat orang tersangka yakni Sugito selaku Irjen Kemendes, pejabat eselon III, Jarot Budi Prabowo, auditor BPK-RI Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli. Dua diantaranya telah berstatus terdakwa; Sugito dan Jarot Budi Prabowo.
Sugito dan Jarot didakwa menyuap Rochmadi dan Ali sebesar Rp 240 juta agar audit keuangan Kemendes PDTT 2015 dan 2016 menghasilkan opini WTP. Dari hasil laporan keuangan Kemendes tahun anggaran 2015 BPK yang diwakili tim PDTT (penemuan dengan tujuan tertentu) terdapat Rp 420 Miliar pengolaannya tidak wajar dan diyakini ketidakwajarannya.
Sedangkan di tahun 2016, kembali ada temuan ketidakwajaran sebesar Rp 550 Miliar terkait honorarium pendamping dana desa.
Sempat terjadi perbedaan pendapat dari internal BPK-RI mengenai hal ini. Ketua tim PDTT Yudi Ayodhya penggunaan anggaran tersebut sebaiknya dilakukan dengan metode at cost. Sedangkan ketua tim laporan keuangan BPK, Andi Bonanganom mengatakan penggunaan anggaran tersebut lumpsum, dan telah memenuhi lampirannya sebagai pertanggungjawabannya.
Sementara itu, selama proses persidangan dengan terdakwa Sugito dan Jarot, terkuak pula bahwa selain memberi Rp 240 juta, pihaknya melakukan 'patungan' guna uang operasional Rochmadi dan Ali dalam melakukan sampling.
Kedua terdakwa, didakwa melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 bagaimana telah diubah dengan undang undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto pasal 64 KUHP Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.