Tren hakim di 2014: Doyan selingkuh setelah tunjangan naik
Peran KY tetap tidak maksimal lantaran Mahkamah Agung (MA) menangani sendiri kasus pelanggaran tersebut.
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman mengatakan, sepanjang tahun 2014 pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dengan jenis kasus perselingkuhan menempati peringkat teratas dari total 13 kasus yang diinventarisir KY. Parahnya, meningkatnya angka perselingkuhan hakim itu berkorelasi lurus dengan naiknya tunjangan gaji para penegak hukum tersebut.
"Tren itu memang kami simpulkan dari berbagai kasus yang terjadi, lebih banyak terjadi setelah tunjangan naik," katanya di auditorium KY, Jakarta, Senin (22/12).
Kendati kasus pelanggaran kode etik para hakim masih marak, Eman mengatakan peran KY tetap tidak maksimal lantaran Mahkamah Agung (MA) menangani sendiri kasus pelanggaran tersebut. Padahal, lanjut Eman, KY dan MA terikat kesepakatan bersama untuk menangani kasus semacam itu di Mahkamah Kehormatan Hakim (MKH). Dengan demikian MA mengabaikan satu produk aturan yang disepakati antara MA dan KY.
"Ya paling tidak ada yang diabaikan MA dari aturan bersama, antara KY dan MA. MA merasa malu kalo dibawa ke MKH, MA mendahului menjatuhkan sanksinya. Tidak boleh dong, kalau sudah jadi konsumsi publik, harus jadi pemeriksaan bersama," katanya.
Sanksi bagi hakim pelanggar kode etik menurut Eman termasuk kategori berat dengan pemberhentian pemberian uang tunjangan. Namun karena MA kerap tidak melibatkan KY, maka sanksi hanya berupa keputusan hakim non-palu selama dua tahun.
"Itu kalo terbukti itu pelanggaran berat. Pemotongan tunjangan berkaitan dengan sanksi, non-palu dua tahun karena keputusan sepihak MA," katanya.