Tunjukkan empati ke Rohingya tak perlu turun ke jalan
"Sekelompok orang menyatakan empati kan boleh, tetapi empati itu apakah harus turun ke jalan kan tidak juga," kata Tjahjo.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengingatkan aksi empati untuk tragedi kemanusiaan di Rakhine, Myanmar terhadap etnis Rohingya tak perlu dengan turun ke jalan. Ini menanggapi banyaknya aksi yang digelar mau pun yang akan digelar di sejumlah daerah untuk memberikan sikap empati ke etnis Rohingya.
"Sekelompok orang menyatakan empati kan boleh, tetapi empati itu apakah harus turun ke jalan kan tidak juga, bisa lewat medsos, lewat dialog," kata Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (5/9).
Terkait keamanan, Tjahjo menyerahkan sepenuhnya hal ini ke Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Apabila kepolisian telah melakukan pelarangan, Tjahjo meminta semua pihak untuk menghormatinya.
"Kalau urusan Pak Kapolri saya kira seluruh yang menyangkut keamanan dan ketertiban masyarakat ya beliau," ujarnya.
Kapolri Jendral Tito Karnavian secara tegas melarang Organisasi Masyarakat (Ormas) menggelar aksi demonstrasi bela etnis Rohingya. Aksi tersebut nantinya akan digelar di kawasan atau sekitaran Candi Borobudur, pada Jumat (8/9) mendatang.
Tito pun juga sudah perintahkan Kapolda Jawa Tengah, Irjen Condro Kirono untuk tidak menerima surat pemberitahuan akan aksi tersebut.
"Saya sudah perintahkan Kapolda Jawa Tengah, jangan diizinkan. Caranya jangan menerima surat pemberitahuan," ujar Tito usai memimpin sertijab Pati Polri di Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (5/9).
Alasan Tito tidak memberikan izin kepada para Ormas yang akan menggelar aksi bela etnis Rohingya. Karena Candi Borobudur merupakan warisan dunia di Indonesia yang sangat harus dijaga agar tidak rusak.
"Ini warisan dunia yang harus kita jaga kelestarian budayanya. Oleh karena itu apa hubungannya (dengan Rohingya)," ujarnya.
Permasalahan yang terjadi terhadap etnis Rohingya, Tito menyebut bahwa itu bukan masalah agama antara umat Islam dengan umat Budha di sana dan juga umat Budha yang berada di Indonesia.
Tito pun menuturkan bahwa komunitas Budha yang berada di Indonesia juga memberikan atau menyampaikan pernyataan secara keras terhadap pemerintah Myanmar, agar kasus tersebut dapat terselesaikan.
"Di sini Walubi dan kelompok-kelompok pengurus Budha sudah menyatakan sikap yang sangat keras, mereka mengecam pemerintah Myanmar. Mereka juga memberikan bantuan ke sana, Rohingya," tandasnya.
Sebelumnya, sejumlah organisasi berencana akan menggelar demonstrasi yang disebut Aksi Bela Muslim Rohingya dalam bentuk Gerakan Sejuta Umat Muslim Mengepung Candi Borobudur pada 8 September 2017.
Aksi itu digelar untuk mendorong penyelesaian konflik Rohingnya di Myanmar. Berdasarkan pesan atau info yang diterima merdeka.com, diklaim sudah ada hampir puluhan organisasi yang akan bergabung dalam aksi itu.
Sebagai informasi, serdadu pemerintah Myanmar semakin ganas menyerang warga Rohingya di daerah Maungdaw, Buthidaung, dan Rathedaung di Negara Bagian Rakhine. Mereka tidak pandang bulu melepaskan tembakan. Targetnya mulai dari lelaki, perempuan, lansia, hingga anak-anak. Perkampungan mereka turut dibakar.
Keputusan pemerintah Myanmar di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi mengirim ribuan pasukan ke Negara Bagian Rakhine justru membikin situasi semakin memburuk. Tentara Myanmar dianggap melakukan kejahatan seperti membunuh warga sipil, mencuri harta benda, hingga memperkosa warga Rohingya.