Usai Bom Bali, Ali Imron sebut aksi teror sekarang semakin kecil
Cerita Ali Imron soal pengalamannya sebagai teroris malah membuat hadirin tertawa.
Tiga orang terpidana kasus terorisme menjadi narasumber dalam seminar deradikalisasi di Kota Malang, Jawa Timur. Ketiganya adalah Ali Imron pelaku Bom Bali I, Umar Patek teroris paling diburu Amerika dan Jumu Tuani mantan panglima Operasi Pusat Komando Jihad Maluku (PKJM).
Kendati pernah terlibat dalam aksi terorisme, presentasi ketiganya berjalan penuh dengan tawa-tawa segar. Hadirin tertawa lepas dan tepuk tangan saat ketiganya secara bergantian membagikan pengalaman dengan gaya masing-masing.
Kesempatan pertama diberikan kepada Ali Imron yang saat itu terlihat berpenampilan berbeda dari teman-temannya. Imron mengenakan baju kotak-kotak cokelat dan celana warna hitam.
Imron mengawali cerita dengan masa hukuman yang dijatuhkan pengadilan kepada para pelaku Bom Bali. Kedua saudaranya Ali Fauzi dan Amrozi, dijatuhkan hukuman mati, sementara dirinya dijatuhi hukuman seumur hidup.
"Bagi saya hukuman seumur hidup itu ringan, daripada dihukum mati," kata Imron disusul tawa peserta Seminar Resimen Mahasiswa Mahasurya se-Jawa Timur di Hotel Savana, Kota Malang, Senin (25/4).
Tawa kembali pecah saat Imron menceritakan tentang konsep jihad dan negara Islam yang diyakininya. Dia membandingkan istilah NKRI harga mati, dirinya pun mengatakan negara Islam pun harga mati, tetapi dengan cara-cara yang damai. Itu cita-cita, bukan berarti harus melakukan kudeta kepada negara.
"Sebagaimana anak kecil memiliki cita-cita jadi dokter. Saya pernah cita-cita jadi dokter tapi kemudian jadi teroris," kata Imron disambut tawa.
Kisah Imron saat menawarkan ide kepada para pelaku Bom Bali juga mengundang tawa. Saat itu, Imron pernah menawarkan kepada Ali Fauzi, Amrozi dan Imam Samudra untuk menyerang kapal induk Amerika Serikat saja yang baru menyerang Afganistan. Karena kalau menyerang Bali akan banyak yang tidak berdosa ikut mati.
"Ayo kita incar saja kapal mereka. Kemudian pakai kapan speed boad bersama bom bunuh diri. Paling yang tidak bersalah ikan saja yang kena," katanya.
Imron juga menceritakan banyaknya masyarakat yang tidak paham dengan terorisme, sehingga tidak sedikit yang salah memahaminya. Teroris itu menurutnya seperti fim Barry Prima yang membawa senjata ke sana-sini.
Kisah berlanjut saat dirinya memberikan pengakuan kepada penyidik. Akibat pengakuannya para pelaku yang lain memusuhi dan menyebutnya penghianat. Tapi saat itu, Ali Imron sempat melontarkan kalimat untuk membuat aksi lebih besar lagi jika memang perbuatan mereka dijamin jihad di jalan Allah.
"Pengeboman berikutnya harus lebih besar, kalau sebelumnya 1,250 ton nanti 1,5 ton. Jangan kecil-kecil nanti diketawakan. Tetapi kenyataannya bom JW Mariot 2003 tidak sampai setengah ton, terakhir malah cuma tit," katanya menirukan ledakan dengan jarinya.
Semakin lama, katanya bom terorisme di Indonesia semakin kecil. Karena memang tidak ada lagi tokoh yang mampu melanjutkan aksi-aksinya. Setelah Nurdin M Top kemudian mengajarkan murid-muridnya bersama Azhari dan cicit-cicitnya. Nurdin dan Azhri mengajarkan pada orang yang kemudian terjadi bom masjid di Cirebon yang katanya semakin tidak bermutu.
"Saya ini masih teroris. Karena saya masih menjalani hukuman. Mosok saya enggak ngaku kalau teroris, kalau enggak ngaku keluar sana," katanya kepada orang yang meragukan pengakuannya.
Imron mengaku ikut perencanaan bom Bali. Dirinya yang menemani Imam Samudra survei dan menentukan lokasi. Dia juga yang meracik bom di Lamongan dan memasang detonator. Dia kemudian mengajari para pelaku bom bunuh diri di TKP dan membawa mobil yang berisi bom ke TKP. Karena pelakunya memang tidak lancar nyetir mobil.
"Kalau dapat pahala, saya yang lebih banyak. Jadi cerita saya ini serius, Ali Imrom tidak bohong. Ayo kita pratikkan bikin bom," katanya menantang.
Sementara itu, Umar Patek juga tidak mau kalah. Kendati tidak seperti Ali Imron yang penuh guyonan, tetap mengimbanginya. Umar menanggapi guyonan Imron yang menuduhnya menyembunyikan pengalaman di Afghanistan karena urusan beda vonis.
"Aku sengaja tidak menuliskan di biografi kalau aku seangkatan dengan Ali Imrom di akademi. Kalau aku yang nulis orang tidak percaya. Mosok orang badannya kecil gitu, kurus, lulusan akademi militer. Karena Ali Imron sudah cerita, orang akhirnya percaya," katanya.
Sementara saat presentasi Jumu Tuani berlangsung cukup serius. Materi yang diberikan pria yang baru saja bebas itu banyak seputar persoalan hukum dalam Islam.