Usai putusan MK, Kemendagri prediksi jumlah penghayat kepercayaan bertambah
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, penghayat kepercayaan tersebar di 13 provinsi dan tergabung dalam 187 organisasi. Dan jumlah penduduk penghayat kepercayaan di seluruh Indonesia mencapai 138.791 jiwa.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan agar penghayat kepercayaan dapat mengisi kolom 'agama' pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Kementerian Dalam Negeri memperkirakan akan terjadi lonjakan jumlah penghayat kepercayaan.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, penghayat kepercayaan tersebar di 13 provinsi dan tergabung dalam 187 organisasi. Dan jumlah penduduk penghayat kepercayaan di seluruh Indonesia mencapai 138.791 jiwa, lebih banyak dari penganut agama Konghucu, 67.580 jiwa.
Dia memaparkan, penganut agama Islam di Indonesia, totalnya mencapai 225.970.854 jiwa. Kemudian Kristen sebanyak 20.051.166 jiwa, Katolik 8.192.815 jiwa, Hindu 4.663.322 jiwa dan Budha 2.057.857 jiwa.
"Jumlah penghayat kepercayaan memang sampai saat ini tercatat 138,791 jiwa, tapi data ini nanti akan cepat melonjak dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan masyarakat penghayat kepercayaan boleh mencantumkan identitas kepercayaannya di KTP dan kartu keluarga," katanya melalui pesan singkat, Senin (13/11).
"Peningkatan ini terjadi karena selama ini ada penghayat kepercayaan yang menuliskan keyakinannya Budha, Kristen, Islam, Hindu, Katolik maupun Konghucu di kolom agama pada KTP dan KK-nya," tambah Zudan.
Dia mengungkapkan, pemerintah perlu mengambil sejumlah langkah untuk melaksanakan putusan MK tersebut dengan memperhatikan aspek yuridis, manajemen pemerintahan dan aspek teknis.
"Dari aspek yuridis, perlu diketahui bahwa putusan MK itu bersifat final dan mengikat. Artinya harus dilaksanakan. Kemudian satu lagi, agama dan kepercayaan merupakan dua hal yang terpisah namun memiliki kesetaraan," jelasnya.
Sementara itu dari aspek manajemen pemerintahan, Zudan mengatakan, perlu pendataan lebih rinci jumlah penghayat kepercayaan di Indonesia untuk memudahkan pelayanan publik, perencanaan pembangunan dan alokasi anggaran nantinya.
"Nah terkait aspek teknis, Kemendagri perlu berkoordinasi dengan Kemenag dan Kemendikbud. Butuh waktu mengubah aplikasi sistem administrasi kependudukan, aplikasi KTP elektronik dan kartu keluarga serta harus mensosialisasikannya ke seluruh kabupaten/kota yang ada di Indonesia," tutupnya.