UU Desa berpontensi jadi ajang perebutan jabatan kepala daerah
Tujuan mereka bukan untuk membangun dan mensejahterakan desa, tetapi memperkaya diri sendiri.
Undang-Undang Desa No 6 tahun 2014 dinilai dapat memicu konflik antarlembaga pemerintah. Hal itu Karena anggaran telah cair tapi belum jelas bentuk kewenangan dan tanggung jawab yang akan dilakukan para kepala desa.
"Bagaimana bentuk pertanggungjawaban kepala desa atas dana tersebut. Nanti takut ada penyelewengan dana sehingga mereka dipanggil polisi dan KPK," kata Rektor Universitas Sumatra Utara Subhilhar pada diskusi publik bertema 'Dana Desa untuk siapa?', di Pusat Kebudayaan Prancis, Jakarta, Sabtu (23/5).
Berdasarkan peraturan tersebut, dalam mengembangkan diri tiap desa diberikan dana sebesar Rp 1 milyar. Dengan jumlah uang yang besar itu, dapat memicu pejabat daerah ingin menjadi kepala desa.
Bagi Subhilhar, ketika jabatan kepala desa diperebutkan akan memicu potensi konflik. Tujuan mereka bukan untuk membangun dan mensejahterakan desa, tetapi memperkaya diri sendiri.
Selain itu, UU Desa masih terkendala urusan birokrasi. Seperti terlambatnya Anggaran Belanja Negara dan Anggaran Belanja daerah yang di cairkan dari pusat.
Maka untuk mengantisipasi hal tersebut tiap desa mesti mandiri dan tidak tergantung anggaran pemerintah pusat. "Paradigma pembangunan harus dirubah menjadi membangun desa. Serta merubah pandangan dari sektoral ke regional," kata Subhilhar.