Waspada klinik abal-abal dan dokter palsu bertebaran di Jakarta
Dinas Kesehatan DKI Jakarta sudah menutup sedikitnya dua klinik yang dianggap tak beres karena melakukan malapraktik.
Banyak pepatah mengatakan jika 'sehat itu mahal harganya'. Jika tak pintar menjaga kesehatan, seseorang bisa terus-terusan berobat untuk menyembuhkan sakitnya.
Namun kini publik diminta berhati-hati, khususnya bagi masyarakat Jakarta. Sebab belakangan makin banyak bermunculan klinik atau rumah sakit. Jika salah pilih, bisa-bisa malah jadi korban malapraktik. Bukannya sembuh, malah tambah sakit.
Hingga kini Dinas Kesehatan DKI Jakarta sudah menutup sedikitnya dua klinik yang dianggap tak beres karena melakukan malapraktik.
Berikut rangkuman merdeka.com soal klinik abal-abal dan dokter palsu di Jakarta:
-
Siapa yang melaporkan klinik terkait dugaan malapraktik? Keluarga Nanie Darham melaporkan klinik terkait dugaan malapraktik setelah melihat kejanggalan dalam kematiannya.
-
Kapan dokter Soebandi gugur? Mengutip situs Begandring, dokter tentara sekaligus wakil komandan Divisi Damarwulan ini gugur ditembak tentara Belanda dalam sebuah penyergapan di Desa Karang Kedawung, Jember pada 8 Februari 1949.
-
Dimana konsentrasi dokter spesialis di Indonesia? Dia mengatakan 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa. "Rata-rata semuanya dokter spesialis pada di Jawa dan di kota. 59 persen dokter spesialis itu terkonsentrasi di Pulau Jawa, 59 persen," ujarnya.
-
Kenapa dr. Soebandi gugur? Mengutip situs Begandring, dokter tentara sekaligus wakil komandan Divisi Damarwulan ini gugur ditembak tentara Belanda dalam sebuah penyergapan di Desa Karang Kedawung, Jember pada 8 Februari 1949.
-
Kapan sebaiknya ke dokter kalo sakit kepala berdenyutnya ga kunjung reda? Jika sakit kepala yang dirasakan sangat parah atau berbeda dari sakit kepala biasanya.
-
Kondisi Dokter Lo saat ini seperti apa? "Keadaannya memang masih kurang baik," terangnya. Namun hari berikutnya Jumat, (22/12) Sumartono mendapat kabar dari drg. Haryani, Supervisor Marketing RS Kasih Ibu Solo, bahwa Dokter Lo di rawat di RSKI.
Klinik Pratama Metropole
Beberapa waktu lalu, Sabtu (20/9), seorang wanita bernama Elda Defiana, mendatangi Polda Metro Jaya. Elda melaporkan malapraktik yang dilakukan pada dirinya di Klinik Metropole, Taman Sari, Jakarta Barat.
"Pada hari Sabtu 20 September, seorang bernama Elda Defiana melaporkan malapraktik yang dilakukan dokter di Klinik Metropole Jakarta Barat," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto, di Mapolda Metro Jaya Jakarta, Senin (22/9).
Rikwanto mengatakan, korban berobat ke klinik itu karena mengalami gangguan penyakit pada dirinya, namun pihak klinik mengatakan harus dilakukan operasi. Elda mengaku pada kepolisian menjalani operasi tanpa bius hingga pingsan.
Akibat kejadian tersebut, korban mengalami sejumlah kerugian materiil dan non materiil.
"Korban mengalami kerugian materiil Rp 25 juta, dan juga fisik karena sakit, serta psikis," ujar Rikwanto.
Menurut Rikwanto, Klinik Metropole itu baru buka praktik selama sembilan bulan dan sudah berani menjanjikan mampu mengobati berbagai penyakit. Pasien pun seolah-olah didiagnosa menderita suatu penyakit dan harus menjalani operasi.
"Setelah beberapa lama praktik, mereka berani menyebarkan brosur dan beriklan bahkan membuat website yang intinya sanggup mengobati beberapa penyakit dengan harga bersaing. Beberapa yang berobat ke sana, setelah beberapa kali pemeriksaan dan harus menjalani operasi, namun pada kenyataannya hanya seolah-olah operasi," terang dia.
Menurut Rikwanto, pasien yang dioperasi sebetulnya hanya dibius agar hilang kesadaran. Pasien pun sebelum menjalani operasi palsu dimintai sejumlah uang.
"Pasien dibius dan diinfus kurang lebih 30 menit, kemudian pasien dinyatakan sudah dioperasi dan boleh pulang. Namun sebelumnya harus membayar puluhan juta rupiah untuk biaya operasi, padahal belum tentu korban dioperasi sungguh-sungguh, hanya pura-pura saja," pungkas dia.
Kendati demikian, Polda Metro Jaya sendiri mengaku masih kesulitan untuk memeriksa dokter di klinik tersebut. Sebabnya, pemiliknya warga negara China dan tak bisa berbahasa Inggris maupun Indonesia.
"Ada satu dokter diduga kewarganegaraan asing. Penampilannya seperti China, tidak bisa berbahasa Indonesia dan Inggris," kata Kombes Pol Rikwanto di Mapolda Metro Jaya Jakarta, Selasa (23/9).
Namun, Rikwanto menambahkan polisi masih akan memeriksa pengelola Klinik Metropole lebih dulu sebelum memanggil dokter diduga WNA itu. Hal itu guna mengetahui kejelasan jumlah dan asal dokter yang praktik di Klinik Metropole.
"Kita mau ketemu dokter ES nya dulu saja (penanggung jawab klinik). Dia akan menerangkan semuanya," terang dia.
Klinik Modern
Selain kasus Klinik Metropole di Jakarta Barat itu, rupanya juga ada klinik serupa yang dianggap sudah melakukan malapraktik.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta bahkan sudah menutup klinik itu. Menurut mereka, klinik tersebut melanggar perizinan, dari mulanya hanya klinik umum tiba-tiba menyediakan klinik spesialis dan bedah
"Klinik Modern di Cideng juga enggak ada izinnya," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emmawati, kepada merdeka.com, Rabu (17/9).
Dien menambahkan, pemilik klinik coba menemuinya berharap mendapatkan izin mendirikan usaha pengobatan. Tapi setelah diverifikasi, banyak hal yang dianggap belum memenuhi syarat sebagai klinik.
"Awal minta izin, kita verifikasi, tapi ada yang belum klop, seperti dokumen limbah belum ada, ada beberapa hal yang tidak sesuai," bebernya.
Klinik itu kabarnya juga akan mempekerjakan dokter asing. Berbagai pertimbangan itu membuat pihak Dinkes sangat berhati-hati mengeluarkan izin praktik.
"Pemiliknya sudah hadap saya. Dia juga minta verifikasi ke lokasi, ada empat lantai tapi yang dikasih lihat cuma 2 lantai. Makanya karena kita takut ke depan akan terjadi sesuatu dan kita rasa belum clear, kita minta perbaiki dulu, kalau sudah dan dinilai layak baru kita beri izin," tambahnya.
Mengingat klinik-klinik model demikian makin menjamur, Dien berjanji pihaknya akan terus melakukan razia. Selain itu, dia juga meminta kerja sama masyarakat agar tak mudah percaya dengan jasa pelayanan kesehatan yang tak jelas asal usulnya.
"Kita akan razia terus klinik kaya ini. Selain itu kita minta pada klinik-klini atau rumah sakit itu etika sopan santun dalam beriklan, kalau yang iklan besar justru kita curigai," pungkasnya.
Cerita miring soal Modern Hospital di Cideng rumahnya juga marak diperbincangkan di media sosial. Berikut ini beberapa komentar yang meragukan pelayan rumah sakit tersebut:
"...Ini hampir sama kayak di mdern hospital di cideng, karna waktu masa lebaran ane ga tau ada rs yg buka, akhirnya ane ke sana, bagian perut sakit bgt, konsultasi ke dokter di situ pake bahasa mandarin, cek lab lah, sama persis sm pengalaman sista, ane dibilang kanker prostat, ran harus ikut terapi, penyinaran + infus, nah abis gt konsultasi lagi, dan disuruh balik besokannya untuk terapi lagi, si penerjerjemah blg terapi butuh 3 kali.
Besokannya, ane kembali sampe di hari ke 3, kandung kemih ane masih sakit, lalu ane disuruh ikut 7 terapi lg karna sel kankernya tambah parah. Ane takut dong, tapi di sisi lain ane juga udh ga punya duit, krn sekali terapi abis 1.3 jutaan, ya abis gt ane minta obat yg bisa diminum. Si translatornya bilang itu kena 500 rb, ya udah ane sanggupin, abis itu disuruh konsultasi lg sm dokternya, dan dokter blg (lewat translator) ane disuruh bayar 3 juta, lah kok tadi awalnya bilang 500rb, skrg jd 3 juta? Ane minta hasil tes juga ga dikasih.
Besokannya, dokter langganan ane udah buka, ane kasih liat bon yg ada, dan ane kaget yg dikasih itu antibiotik tingkat dewa, pdhl selama ini dokter ane anti bgt ngasih antibiotik. Setelah di periksa, ane ga kena kanker prostat, ane kena maag akut.
Ini buat pembelajaran kita sih, jgn terlalu tergesa-gesa dan panik, kalo panik ya jadinya kita yg rugi, emang sih kesehatan nomor satu, tapi kalo udh kedok tipuan gini. Yang rugi siapa? Kita juga kan?
Ane udh lacak, ga ada surat izin praktek dokter2 di sana, klinik ya pun ilegal, dan obat-obatnya rawan kadaluarsa.
Hati2 yaa."
Baca juga:
Polisi kesulitan periksa dokter China Klinik Metropole
Polisi: Klinik Metropole Jakbar hanya pura-pura operasi pasien
Polisi: Klinik Metropole seolah-olah miliki izin utama
Dinkes DKI dinilai lemah awasi Klinik Pratama Metropole
5 Hari dirawat di RS Hermina Palembang, bocah 6,5 tahun tewas