Yahya Waloni Siap Hadapi Sidang Tuntutan Kasus Dugaan Ujaran Kebencian Pekan Depan
Adapun dalam sidang kali ini terdakwa Yahya mengaku hanya bercanda menyinggung agama lain saat ceramah di Masjid Jenderal Sudirman World Trade Center Jakarta, Jalan Jenderal Sudirman kav 29-31 pada 21 Agustus 2019 tahun lalu.
Terdakwa kasus dugaan ujaran kebencian dan penodaan agama Yahya Waloni bakal menghadapi sidang pembacaan tuntutan dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Selasa (28/12) pekan depan.
Hal itu disampaikan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, usai sidang hari ini dengan agenda pemeriksaan Yahya Waloni.
-
Kapan Syamsidar Yahya wafat? Hj. Syamsidar Yahya wafat pada tahun 1975 di Pekanbaru, Riau di usianya yang ke-61 tahun.
-
Apa arti dari 'Ya Rahman Ya Rahim'? Secara harfiah, Ya Rahman Ya Rahim berarti "Wahai Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang". Dua kata "Rahman" dan "Rahim" secara khusus menggambarkan sifat-sifat Allah yang amat penyanng.
-
Kapan KH Hasyim Asy'ari wafat? KH Hasyim Asy'ari wafat pada 25 Juli 1947, tepat pada hari ini, 76 tahun yang lalu.
-
Apa yang dilakukan Yusuf bersama Ikram Rosadi? Sejak datang ke klinik, Yusuf seakan tak terpisahkan dengan sang ayah sambung yang menyemangatinya sebelum disunat.
-
Kapan El Rumi dan Safeea Ahmad terlihat kompak? Kebersamaan El Rumi dan Safeea Ahmad cukup sering terlihat dalam berbagai kesempatan, terutama saat keluarga selebriti ini tampil bersama dalam acara keluarga.
-
Apa arti dari dzikir "Ya Hayyu Ya Qoyyum Birohmatika Astaghits"? Ya Hayyu Ya Qoyyum Birohmatika Astaghits adalah doa yang berarti "Wahai Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri, aku memohon pertolongan dengan rahmat-Mu," menawarkan harapan dan permohonan pertolongan yang tulus kepada Allah.
"Untuk pemeriksaan cukup ya, sidang ditunda untuk tuntutan dari penuntut umum, Selasa tanggal 28," kata Majelis Hakim seraya menutup sidang, Selasa (21/12).
"Siap yang mulai," jawab Yahya secara virtual.
Adapun dalam sidang kali ini terdakwa Yahya mengaku hanya bercanda menyinggung agama lain saat ceramah di Masjid Jenderal Sudirman World Trade Center Jakarta, Jalan Jenderal Sudirman kav 29-31 pada 21 Agustus 2019 tahun lalu.
"Alasannya saya tidak mengikuti emosional saya untuk situasi itu. Saya pakai hanya sebagai candaan. Tapi ternyata saya terlampau kasar, etikanya benar-benar enggak, saya mohon maaf," kata Yahya saat sidang.
Dia pun menjelaskan perkataan kasar yang dimaksud dirinya hanya bercanda itu, dengan mempelesetkan sejumlah istilah yang termuat dalam agama kristen seperti "Roh Kudus" dan sejumlah nama "Murid Yesus".
Padahal saat ceramah, Yahya sadar kalau kegiatan ceramah dengan tema "nikmatnya Islam" itu sedang direkam panitia DKM Masjid Jenderal Sudirman World Trade Center Jakarta. Hanya saja ia tidak mengetahui kalau ternyata tayangan itu masuk dalam Live Streaming akun YouTube dan Facebook milik Panitia Masjid.
"Apakah ada panitia yang mengkonfirmasi pada saudara akan disiarkan atau gimana?," tanya jaksa
"Tidak diberitahukan," jawab Yahya.
"Namun ketika saudara melihat kamera tersebut apa yang saudara lakukan?," tanya lagi jaksa.
"Sepengetahuan saya itu hanya dokumentasi orang yang merekam saja," timpal Yahya.
Dakwaan Yahya Waloni
Sebelumnya, Yahya Waloni didakwa atas dugaan dengan sengaja menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan atau permusuhan antar individu dan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA.
"Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)," kata JPU dalam dakwaan.
"Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)," kata JPU dalam dakwaan.
Sehingga, Yahya didakwa dengan pasal alternatif, yakni Pasal 45 a ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITR) ancaman pidana maksimal enam tahun penjara.
Selain itu, JPU juga mendakwa pasal berlapis yakni, Pasal 156 a KUHP dengan ancaman pidana maksimal lima tahun penjara. Ketiga, Pasal 156 KUHP dengan ancaman pidana maksimal empat tahun penjara.
(mdk/gil)