5 Momen Politik Tak Terduga Sepanjang 2018
Sederet peristiwa tak terduga terjadi sepanjang tahun 2018. Apalagi, ada momen Pilkada serentak yang mencari pemimpin di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. 3 Provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia.
Tahun 2018 banyak terjadi momen politik yang membetot perhatian jagat Tanah Air. Bisa dibilang, tahun ini menjadi pemanasan pertarungan jelang Pilpres 2019.
Sederet peristiwa tak terduga terjadi sepanjang tahun 2018. Apalagi, ada momen Pilkada serentak yang mencari pemimpin di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. 3 Provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia.
-
Dimana Prabowo Subianto kalah dalam Pilpres 2019? Namun sayang, Ia kalah dari pasangan Jokowi-Ma'aruf Amin.
-
Apa yang diusung Prabowo Subianto dalam acara tersebut? Ketua Umum Pilar 08, Kanisius Karyadi, mengatakan bahwa kegiatan yang diikuti oleh 70 ribu lebih peserta ini merupakan bentuk dukungan terhadap Prabowo Subianto dalam menjaga dan merawat Persatuan Indonesia, sejalan dengan Sila ke-3 Pancasila.
-
Bagaimana tanggapan Prabowo atas Jokowi yang memenangkan Pilpres 2014 dan 2019? Prabowo memuji Jokowi sebagai orang yang dua kali mengalahkan dirinya di Pilpres 2014 dan 2019. Ia mengaku tidak masalah karena menghormati siapapun yang menerima mandat rakyat.
-
Kenapa Prabowo Subianto terlambat dalam acara peresmian? Prabowo meminta maaf karena terlambat menghadiri peresmian sebab harus berganti helikopter sampai tiga kali.
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
-
Siapa yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2019? Berdasarkan rekapitulasi KPU, hasil Pilpres 2019 menunjukkan bahwa pasangan calon 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, meraih 85.607.362 suara atau 55,50%, sementara pasangan calon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, meraih 68.650.239 suara atau 44,50%.
merdeka.com mencatat Jumat (28/12), setidaknya ada 5 momen politik tak terduga yang terjadi sepanjang 2018. Berikut selengkapnya:
Kotak Kosong Menang
Di awali dengan Pilkada yang terjadi di Kota Makassar. Hasilnya mengejutkan, sebab calon tunggal pasangan Munafri Arifuddin dan Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal dikalahkan oleh kotak kosong. Selisihnya lumayan, 36 ribu suara. Padahal, pasangan yang dikenal dengan sebutan Appi-Ciccu ini didukung oleh seluruh partai politik.
Konflik pun terjadi. Saling tuding hingga berujung laporan ke polisi sempat mewarnai Pilkada Makassar. Ramdhan Pomanto, alias Danny Pomanto, terseret dalam konflik tersebut.
Awalnya, Danny sebagai petahana hendak maju di Pilkada Makassar. Tapi sayang, niatan maju diganjal dukungan partai. Dia tak bisa mendapatkan dukungan dari partai. Hingga akhirnya mengumpulkan KTP warga untuk maju.
Dalam prosesnya, Danny dilaporkan karena disebut lakukan money politics, dengan membagikan telepon seluler ke pengurus RT dan RW. Sengketa hingga ke Mahkamah Agung (MA). Hingga akhirnya Danny didiskualifikasi. Appi dan Ciccu pun melawan kotak kosong.
Danny dilaporkan ke Bawaslu, karena diduga memobilisasi massa untuk memenangkan kotak kosong. Tapi tak terbukti, hingga akhirnya KPU memutuskan untuk memenangkan kotak kosong.
Dalam rekapitulasi suara, kotak kosong menang di 13 Kecamatan di Kota Makassar. Sedangkan calon tunggal Appi-Ciccu hanya menang di 2 Kecamatan. Kotak kosong memperoleh suara sebanyak 300.795, sedangkan calon tunggal memperoleh suara sebanyak 264.245.
Total perolehan suara Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Makassar mencapai 565.040 suara. Perolehan suara antara kotak kosong dengan calon tunggal sebanyak 36.898 suara. Jabatan wali kota Makassar selanjutnya diserahkan ke Kemendagri.
Sandiaga dan Maruf Amin jadi Cawapres
Pemilihan calon wakil presiden menjadi salah satu isu terbesar sepanjang tahun 2018. Bahkan lebih seksi dari calon presidennya sendiri. Sebab, dari jauh hari, memang sudah diprediksi yang akan bertarung pada Pilpres 2019 yakni Jokowi dan Prabowo.
Dinamika pemilihan cawapres kedua kubu antara Prabowo dan Jokowi sangat tak terduga. Awalnya, Prabowo diprediksi akan memilih tak jauh dari tiga nama yakni Salim Segaf Aljufrie, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ustaz Abdul Somad. Tapi prediksi itu semuanya salah.
merdeka.com menjadi media yang pertama kali menginformasikan bahwa koalisi Prabowo sudah sepakat untuk memilih Sandiaga Uno sebagai Cawapres. Info itu dibocorkan oleh Ketua DPD Gerindra Jabar kala itu, Mulyadi. Saat ini, Mulyadi menjabat anggota Dewan Pembina Gerindra.
Keputusan deklarasi dilakukan sehari jelang penutupan pendaftaran Capres yakni Kamis 9 Agustus 2018. Awalnya, agenda dilakukan usai salat dzuhur, namun karena Gerindra, PAN, PKS dan Demokrat masih lobi, akhirnya molor hingga tengah malam.
Beberapa jam sebelumnya, Jokowi juga tak kalah mengejutkan dalam memilih cawapres. Awalnya, sudah hampir pasti Jokowi meminang mantan ketua MK Mahfud MD. Bahkan, Mahfud mengaku sudah ukur baju dan dikontak orang Istana untuk bersiap deklarasi.
Mahfud sudah berada di seberang Restoran Pelataran, Menteng, tempat rapat koalisi Jokowi yang dihadiri ketua umum parpol dari PDIP, Golkar, PKB, PPP, NasDem, Hanura, PKPI, Perindo, PSI. Sayang, nama Mahfud gagal disetujui oleh seluruh ketua umum.
Saat maghrib, Jokowi pun mengumumkan nama KH Ma'ruf Amin sebagai calon presiden. Nama Ma'ruf memang masud daftar cawapres jauh hari sebelumnya. Tapi, nama Ma'ruf tak seseksi Mahfud MD dibahas di media dan didukung oleh para elite parpol.
Hoaks Ratna Sarumpaet
Panasnya Pilpres 2019 sudah terasa tak lama berselang memasuki masa kampanye. Koalisi Prabowo-Sandiaga dihantam kasus hoaks yang dibuat oleh pendukungnya Ratna Sarumpaet.
Persoalan bertambah pelik, ketika Prabowo-Sandiaga menggelar jumpa pers untuk bertemu Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta mengusut pelaku pemukulan Ratna yang wajahnya penuh lebam karena mengaku dianiaya di Bandung.
Prabowo dan timnya belum sempat bertemu Kapolri, polisi sudah bergerak mengungkap kabar penganiayaan Ratna. Mengagetkan, Ratna rupanya berbohong. Wajah lebamnya bukan karena dianiaya, tapi dampak dari operasi plastik di RS Bina Estetika, Menteng.
"Ternyata saya adalah pencipta hoaks terbaik, kebohongan saya telah menghebohkan negeri," ujar Ratna saat mengakui perbuatannya di Jakarta Selatan, Rabu 3 Oktober 2018 lalu.
Bak petir di siang bolong, kubu Prabowo tersudutkan, dianggap memanfaatkan hoaks untuk menyudutkan kubu petahana Jokowi. Laporan ke polisi dan Bawaslu pun ramai terjadi. Di sisi lain, Ratna mundur dari Timses Prabowo-Sandi dan harus menghadapi proses hukum di kepolisian.
Meski Prabowo dan timnya sudah minta maaf mengaku tak tahu dibohongi Ratna, tapi proses penegakan hukum tetap berjalan. Satu persatu Timses Prabowo-Sandi dipanggil polisi. Mulai dari Nanik S Deyang, Dahnil Anzar Simanjutkan, hingga Amien Rais dipanggil jadi saksi kebohongan Ratna Sarumpaet.
Erick Thohir Masuk Kubu Jokowi
Pemilihan ketua tim kampanye nasional Jokowi-Ma'ruf juga tak kalah menghebohkan publik. Berbeda dengan kubu Prabowo-Sandiaga yang berjalan mulus soal penunjukan mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Djoko Santoso.
Sederet nama digaungkan menjadi ketua Timses. Misalnya saja, Najwa Shihab, Chairul Tanjung dan Erick Thohir. Hingga pilihan jatuh kepada bos Mahaka, Erick Thohir.
Menariknya, Erick merupakan teman dekat Cawapres Sandiaga Uno. Keduanya sama-sama pengusaha muda yang sukses, serta aktif di HIPMI.
Erick terpilih karena dinilai sukses sebagai ketua panitia Asian Games 2018. Erick juga diyakini mampu menarik pemilih milenial bagi Jokowi-Ma'ruf.
Kontroversi Ucapan Prabowo dan Jokowi
Pertarungan Pilpres 2019 di babak pertama lebih mengedepankan gimmick. Saling sindir dan serang dilakukan antara kubu Jokowi dan Prabowo. Perdebatan program yang dimiliki Jokowi dan Prabowo belum sepenuhnya terjadi.
Bahkan tak sedikit, diksi-diksi yang dikeluarkan Prabowo dan Jokowi menuai polemik hingga berujung pelaporan ke pengawas pemilu bahkan polisi.
Jokowi misalnya, akhir-akhir ini sering mengeluarkan pernyataan yang kontroversial, tidak seperti biasa dikenal sebagai sosok yang kalem dan merakyat. Salah satunya soal politikus genderuwo.
"Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masak masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Enggak benar kan? itu sering saya sampaikan itu namanya politik genderuwo, nakut-nakuti," ungkap Jokowi saat membagikan 3.000 sertifikat tanah di GOR Tri Sanja, Kabupaten Tegal, Jumat (9/11).
Sebelum genderuwo, Jokowi juga sempat mengucapkan kalimat yang lebih keras lagi. Yakni Sontoloyo, kata dari bahasa jawa yang biasanya digunakan untuk menghardik orang lain.
"Hati-hati, banyak politikus yang baik-baik, tapi juga banyak politikus yang sontoloyo!" kata Jokowi saat menghadiri pembagian 5000 sertifikat tanah di Lapangan Sepakbola Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (22/10).
Kedua kalimat ini kemudian menuai polemik publik. Kubu Prabowo pun memanfaatkan diksi ini untuk menyerang petahana.
Bukan cuma Jokowi yang kalimatnya dipersoalkan di ruang publik. Prabowo pun sama. Bahkan lebih banyak dipersoalkan kubu Jokowi. Kalimat-kalimat mantan Danjen Kopassus itu juga sempat mengundang reaksi demonstrasi di Boyolali, Jawa Tengah.
Dalam pidatonya di depan pendukung saat meresmikan Posko Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga Uno Kabupaten Boyolali, Selasa (30/10) lalu, putra Soemitro Djojohadikusumo itu menyebut tampang Boyolali tak pantas masuk hotel mewah.
"Kalian kalau masuk, mungkin kalian diusir. Tampang kalian tidak tampang orang kaya, tampang-tampang kalian ya tampang orang Boyolali ini. Betul?" kata Prabowo kepada para pendukungnya.
Pidatonya mengundang gelak tawa para hadirin. Namun setelah video itu viral di media sosial, menjadi ramai dan dianggap menyinggung banyak orang khususnya warga Boyolali. Atas kasus ini, Prabowo pun telah meminta maaf, maksudnya tak mau menyinggung tapi mengingatkan akan kekayaan Indonesia yang hanya dikuasai segelintir orang saja.
Tak cuma itu, pidato Prabowo tentang Indonesia bakal punah juga jadi kontroversi. Dalam kalimatnya, Prabowo meminta pada relawan untuk serius memenangkan Prabowo-Sandi. Jika tidak, Indonesia dinilai bakal punah.
Hal ini mengundang reaksi Kubu Jokowi. Petahana menuding Prabowo selalu menebar pesimisme dalam kampanye Pilpres 2019.
"Kita merasakan rakyat ingin perubahan. Rakyat ingin pemerintah bersih tak korupsi karena itu kita tidak bisa kalah. Kita tidak boleh kalah, kalau kita kalah, negara ini bisa punah," kata Prabowo dalam pidatonya di Konferensi Nasional Gerindra di Sentul, Jawa Barat, Senin (17/12).
Bukan hanya menyinggung kubu Jokowi, Prabowo juga sempat menyebut media massa di Indonesia sebagai antek yang ingin merusak demokrasi. Gara-garanya, Prabowo kesal aksi 212 yang dianggapnya dihadiri 13 juta orang, hanya ditulis ratusan ribu oleh media.
(mdk/rnd)