Abraham Samad kuda hitam cawapres Jokowi
Ada puluhan nama sempat beredar di internal PDIP sebagai cawapres pendamping Jokowi.
Ada puluhan nama sempat beredar di internal PDIP sebagai cawapres pendamping Jokowi. Setelah disaring, puluhan nama itu mengerucut menjadi beberapa nama. Di antaranya; Mahfud MD, Jusuf Kalla, Ryamizard Ryacudu, Dahlan Iskan, Pramono Edhie, Abraham Samad, Gita Wirjawan dan Moeldoko.
Setelah melalui seleksi, mengerucut tiga nama. Ketiga nama itu masih disimpan rapat-rapat oleh Jokowi dan PDIP. Kemarin, Jokowi menegaskan tak ingin buru-buru mengumumkan cawapresnya.
"Ya semuanya kan masih, semuanya dihitung dikalkulasiin. Ini kan bukan masalah Jokowi, atau PDIP, atau NasDem. Ini adalah masalah bangsa dan negara," ujarnya di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (21/4).
Jokowi punya alasan mengapa tak ingin buru-buru menentukan pendampingnya pada pilpres nanti. "Yang semuanya harus dihitung, ga bisa cepat-cepat, harus bener penentuannya. Semuanya dihitung dari segala sudut, semuanya dihitung," ungkapnya.
Politikus senior PDIP Pramono Anung memberikan sinyal, pendamping Jokowi nanti namanya tak asing lagi. Nama cawapresnya sudah beredar di publik. "Tiga nama adalah nama-nama yang sudah beredar mudah-mudahan publik akan merespons positif," ujarnya.
Beberapa waktu lalu, Wakil Sekjen PDIP Hasto Kristianto mengungkapkan partainya tengah membidik Ketua KPK Abraham Samad untuk dijadikan cawapres mendampingi Jokowi. "Ada nama Abraham Samad," tegasnya.
Sedangkan Abraham Samad sendiri berkali-kali tak mau terbuka ketika disinggung soal cawapres. Terutama sebagai pendamping Jokowi.
"Biar Tuhan saja yang menentukan. Sekarang saya puasa bicara politik dulu. Nanti ada waktunya saya bicara," kata Abraham di Djakarta Theater, Senin (21/4) malam.
Nama Abraham mulai mengemuka saat PDIP menggelar Rakernas di Ancol pada September tahun lalu. Peserta Rakernas terus meneriaki duet Jokowi-Abraham saat ketua KPK itu datang memberikan arahan tentang pemberantasan korupsi.
Ada risiko pilih Abraham
Jika Jokowi memilih Abraham bukan tanpa risiko. Menurut Direktur Eksekutif LIMA, Ray Rangkuti, keputusan itu pasti akan menjadi senjata bagi lawan politik Jokowi.
"Orang akan melihat selama ini yang dilakukan Abraham memberantas korupsi sebagai tindakan politik dengan menyerang kelompok tertentu," kata Ray kepada merdeka.com, Selasa (22/4).
Satu sisi, memilih Abraham kemungkinan juga bisa meningkatkan elektabilitas Jokowi. Namun di sisi lain bisa menjadi senjata makan tuan.
"Orang akan mengira KPK dijadikan alat politik untuk kepentingan parpol tertentu," ujarnya.
Ia mengusulkan, jika Abraham dipinang oleh Jokowi maka sebaiknya mundur jauh-jauh hari. Dengan begitu, publik tidak menaruh curiga dengan sepak terjang Abraham Samad di KPK.
"Selama ini orang hanya percaya lembaga yang memberantas korupsi hanya KPK. Jangan sampai KPK dicederai dengan wacana Abraham Samad dijadikan sebagai cawapres," tegasnya.