Agung Laksono soal Setnov sahkan UU: Siapa yang bilang dia bersalah?
RUU Pemilu telah disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna DPR. Ketua DPR Setya Novanto yang notabene adalah tersangka korupsi proyek e-KTP mengetuk palu tanda RUU Pemilu resmi disahkan menjadi UU.
RUU Pemilu telah disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna DPR. Ketua DPR Setya Novanto yang notabene adalah tersangka korupsi proyek e-KTP mengetuk palu tanda RUU Pemilu resmi disahkan menjadi UU.
Hal itu jadi polemik. Namun Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono tidak mempermasalahkan hal tersebut. Dia mengklaim bahwa status Setnov sebagai tersangka belum inkracht.
"Ya kan belum inkracht. Enggak apa-apa. Siapa sih yang menyatakan dia bersalah," kata dia usai menghadiri rapat Dewan Pakar di DPP Partai Golkar, Angrek Neli, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (21/7).
Dia juga mengingatkan soal kasus korupsi non-budgeter Bulog yang menimpa mantan Ketum Golkar Akbar Tandjung pada 2002. "Dulu pak Akbar Tanjung juga sampai selesai. Bahkan diujungnya bebas. Coba kalau diturunkan, tiba-tiba bebas dan akhirnya menang, jangan keliru sampai tahun 2014 kita menang," ungkap dia.
Dia juga mengatakan pihaknya akan tetap kooperatif dalam menghadapi masalah hukum yang berlaku. "Artinya tidak mengingkari dan tidak melanggar hukum. Kerja-kerja partai kemarin mempunyai peralatan pemilu. Berarti kerja-kerja partai. Kerja legislatif," tutur dia.
Sebelumnya, pihak Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menyatakan, pengesahan UU oleh Setya Novanto yang notabene adalah tersangka korupsi proyek e-KTP adalah hal yang memalukan. Menurutnya, ini menjadi sebuah sejarah yang memalukan bagi negeri ini.
"Ini bagian dari sejarah yang memalukan. Sejak republik ini merdeka, baru kali ini sebuah pengesahan undang-undang dipimpin oleh tersangka korupsi," katanya kepada merdeka.com, Jumat (21/7).
Menurutnya, sikap diam anggota DPR yang tak menolak sidang paripurna pengesahan RUU Pemilu dipimpin oleh Setya Novanto dan tak mendorong adanya pergantian ketua DPR seolah memberi sinyal matinya akal sehat dari para wakil rakyat di Senayan.
"Bagi ICW, sikap mayoritas anggota DPR yang diam dan tidak mendorong pergantian ketua seolah sinyal matinya akal sehat. Pada sisi lain, hal ini seolah mengkonfirmasi uang e-KTP mengalir banyak ke anggota Dewan. Sehingga mereka berada pada kondisi saling mengunci," katanya.
Sidang Paripurna DPR semalam mengesahkan ambang batas pemilihan calon presiden (Presidential Threshold) 20 persen. Sidang awalnya dipimpin oleh Fadli Zon. Namun setelah Fraksi Partai Gerindra melakukan walkout, Fadli Zon menyerahkan palu sidang untuk dipimpin Setya Novanto.