Alotnya pembahasan RUU Pemilu
Alotnya pembahasan RUU Pemilu. Panitia Khusus Revisi UU Pemilu tengah kejar target merampungkan pembahasan. Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy mengatakan ada sejumlah isu yang mencuri perhatian publik.
Panitia Khusus Revisi UU Pemilu tengah kejar target merampungkan pembahasan. Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy mengatakan ada sejumlah isu yang mencuri perhatian publik.
Namun, Lukman menyebut isu yang paling menarik adalah ambang batas partai parlemen atau Parliamentary Threshold dan ambang batas presiden atau Presidential Threshold. "Yang pertama dalam draf RUU pemerintah, parliamentary threshold diusulkan 3,5 % sama seperti pemilu ditahun 2014. Sedang untuk presidential threshold juga diusulkan oleh pemerintah tidak ada perubahan yaitu 20% dari jumlah kursi di DPR dan atau 25% dari jumlah perolehan suara di pemilu," kata Lukman di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/1).
Pembahasan Parliamentary Threshold pun berjalan alot. Sejumlah fraksi partai ingin agar ambang batas parlemen dinaikkan menjadi 5-10 persen. Di Pemilu 2014, ambang batas yang diterapkan yakni sebesar 3,5 persen.
Lukman menerangkan, fraksi yang mengusulkan kenaikan ambang batas parlemen beralasan konsolidasi demokrasi lebih efektif dilakukan jika dilakukan penyederhanaan partai. Sementara, fraksi yang meminta ambang batas dihapus menilai suara rakyat akan terbuang jika tidak diakomodir melalui kursi wakilnya di DPR.
"Untuk parliamentary threshold, ada keinginan fraksi-fraksi di DPR untuk ditingkatkan menjadi 5 persen sampai 10 persen dengan alasan untuk konsolidasi demokrasi dengan pendekatan penyederhanaan partai," jelasnya.
"Namun ada juga yang mengusulkan untuk diturunkan menjadi 0% atau tanpa threshold, dengan alasan agar tidak ada suara rakyat yang terbuang percuma tanpa menghasilkan kursi di DPR," sambung Lukman.
Kemudian, pembahasan presidential threshold pun tak kalah dinamis. Sejumlah fraksi setuju dengan usulan pemerintah dimana besaran ambang batas pencalonan presiden berada di angka 20-25 persen. Alasannya, agar hubungan antara pemerintah dengan DPR tetap terjalin harmonis.
"Sedangkan untuk presidential threshold, juga aspirasi dari fraksi-fraksi beragam, ada yang setuju dengan usulan pemerintah di angka 20 persen sampai 25 persen dengan alasan agar hubungan presiden dengan DPR tetap terjalin harmonis sebagai syarat efektifnya jalannya pemerintahan," terangnya.
Namun, tak sedikit fraksi mendorong agar angka 20-25 persen ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden di hapus menjadi 0 persen. Alasan fraksi-fraksi yang meminta dihapusnya ambang batas itu karena memberikan kesempatan kepada publik untuk memunculkan calon presiden. Upaya ini membuat Pemilu kian menarik lantaran banyak kontestasi calon presidennya.
"Pasca keputusan MK soal keserentakan pileg dan pilpres dalam waktu yang bersamaan, kemudian alasan membuka ruang publik yang luas untuk munculnya banyak calon presiden sehingga rakyat leluasa memilih siapa yang layak menjadi presiden," ucapnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR ini menerangkan selain dua isu tersebut, ada pula isu yang menarik dan signifikan dalam pembahasan RUU Pemilu ini. Salah satunya, wacana penggunaan e-voting dalam Pemilu Serentak 2019 mendatang.
Terkait wacana Penggunaan e-voting, Pansus Pemilu sudah mendapatkan pemaparan dari BPPT, ITB dan PT INTI untuk melaksanakan program tersebut di lebih dari 500 pemilihan kepala desa di seluruh Indonesia.
"Pansus sudah dipresentasikan oleh BPPT, ITB dan PT.INTI pengalaman mereka melaksanakan e voting untuk 500 lebih pemilihan kepala desa diseluruh Indonesia," ungkapnya.
Keuntungan penggunaan e-voting, kata Lukman, diantaranya meminimalisir kecurangan dalam Pemilu, mempersingkat konstrain waktu pada setiap tahapan pemilihan, penghitungan dan rekapitulasi serta memperkecil biaya operasional.
"Ini jadi menarik bagi pansus karena e voting menjamin minimalisasi kecurangan pemilu seperti pemilu2 sebelumnya, mempersingkat konstrain waktu pada setiap tahapan pemilihan, penghitungan dan rekapitulasi, dan berpotensi di masa yang akan datang akan memperkecil biaya pemilu," bebernya.
Persoalannya sekarang adalah kesiapan penyelenggara Pemilu, KPU, dan Bawaslu serta masyarakat untuk menyelenggarakan Pemilu 2019 dengan menggunakan e-voting.
"Persoalannya tinggal di kesiapan penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu, apakah siap menyelenggarakan pemilu 2019 dengan menggunakan e voting," papar Lukman.
Ada pula, wacana kenaikan jumlah anggota DPR maupun DPRD sebagai konsekuensi dari meningkatnya jumlah penduduk dan bertambahnya daerah daerah otonom baru.
Wacana ini disampaikan oleh lembaga nonpemerintah dengan tujuan untuk memproporsionalkan jumlah anggota seperti di negara-negara lain. Akan tetapi, anggota fraksi-fraksi partai belum memberikan sikap terkait wacana tersebut.
"Wacana ini diusulkan oleh NGO pemerhati Pemilu, dalam rangka menuju jumlah anggota Parlemen yang ideal berdasarkan praktik yang selama ini dilakukan di negara-negara lain," tandasnya.
Poin pembahasan lainnya yang menarik perhatian adalah sistem pemilu. Perbedaan pandangan dari tiap fraksi mulai terlihat untuk memilih sistim pemilu proporsional terbuka atau tertutup. Namun, sepenilaian Lukman, hampir seluruh fraksi telah mengerucut pada sistem proporsional terbuka.
"Tetapi sepertinya sepemantauan kami sudah hampir mengkerucut permintaan fraksi-fraksi untuk mempertahankan sistim proporsional terbuka seperti pada pemilu sebelumnya," tegasnya.
Tiap fraksi tampaknya menolak sistem pemilu proporsional tertutup yang diusulkan pemerintah. Pertimbangannya adalah munculnya suara penolakan dari masyarakat. Penolakan ini pun telah dimasukkan dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) sebagian besar fraksi.
"Usulan pemerintah agar diubah menjadi sistim proporsional tertutup, sepertinya mendapat penolakan luas di masyarakat sehingga fraksi fraksi di Pansus di dalam DIMnya umumnya menolaknya. Tetapi ini pasti nanti diperdebatkan terlebih dahulu, supaya masing-masing pihak bisa menyampaikan alasan logisnya," pungkasnya.
-
Kapan Pemilu 2019 diadakan? Pemilu terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah pemilu 2019. Pemilu 2019 adalah pemilu serentak yang dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan DPD.
-
Kapan pemilu 2019 dilaksanakan? Pemilu 2019 merupakan pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019.
-
Apa saja yang dipilih dalam Pemilu 2019? Pada tanggal 17 April 2019, Indonesia menyelenggarakan Pemilu Serentak yang merupakan pemilihan presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD secara bersamaan.
-
Apa itu Pemilu? Pemilihan Umum atau yang biasa disingkat pemilu adalah suatu proses atau mekanisme demokratis yang digunakan untuk menentukan wakil-wakil rakyat atau pemimpin pemerintahan dengan cara memberikan suara kepada calon-calon yang bersaing.
-
Apa arti Pemilu? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pemilu atau Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Baca juga:
PAN usulkan ambang batas parlemen dan presiden nol persen
Ini tanggapan Jokowi soal usulan presidential threshold jadi 0 %
Gatot sebut butuh waktu lama ubah budaya TNI punya hak pilih
Golkar ingin ambang batas presiden 20 persen di RUU Pemilu
Golkar sebut usulan pemilu tertutup merupakan keputusan Munaslub