Bambang Soesatyo sebut reshuffle menteri gagal membawa perubahan
"Artinya, dari aspek soliditas, kerusakannya terbilang parah."
Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR, Bambang Soesatyo menilai reshuffle Kabinet Kerja gagal membangun harapan baru. Sebaliknya, kata dia, suasana setelah pergantian menteri justru memberi gambaran buruk tentang soliditas pemerintahan.
"Nilai tambah dari reshuffle kabinet baru-baru ini sudah tidak ada lagi akibat insiden atau perang kata-kata yang melibatkan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla serta Menteri BUMN Rini Soemarno. Masyarakat dan juga pebisnis lokal maupun pemodal asing menilai Kabinet Kerja sudah rapuh dan pemerintahan secara keseluruhan tidak solid," kata Bambang di Jakarta, Minggu (23/8).
Lanjut dia, kendati insiden itu diklaim sudah diselesaikan di Sidang Paripurna Kabinet pada Rabu (19/8) lalu, publik tidak percaya bahwa penyelesaian itu akan membuat kabinet solid atau kompak. Pernyataan Menkopolhukam Luhut Pandjaitan setidaknya mencermikan luka yang dialami Kabinet Kerja belum kering atau belum sembuh benar.
Usai menemui Wapres JK pada Jumat (21/8), Luhut menegaskan jika ada menteri yang tidak sejalan dengan Presiden akan dibuang. Tema yg sama juga sempat dikemukakan Luhut di forum sidang paripurna kabinet Jumat lalu itu.
"Artinya, dari aspek soliditas, kerusakannya terbilang parah," terang dia.
Menurut dia, beban persoalan ini mau tak mau harus dikembalikan ke pundak Presiden Jokowi. Apalagi kondisi pemerintah sedang menghadapi banyak tantangan.
"Pertama, pemerintah dan semua elemen masyarakat ditantang untuk bisa menyelenggarakan Pilkada yang jujur, bersih dan aman di 269 daerah pemilihan. Ini sebuah pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia," ujar dia.
Masih kata dia, kedua tantangan eksternal meningkatnya ketidakpastian perekonomian global akibat perang nilai tukar yang melibatkan kekuatan-kekuatan utama ekonomi dunia, seperti Cina dan Amerika Serikat membuat nilai rupiah makin melemah.
"Untuk bisa menanggapi dua tantangan itu, Presiden harus mampu mengembalikan Istana sebagai sumber solusi bangsa. Karena Istana adalah pusat pemerintahan, bukan pusat kegaduhan seperti istana kampret di pohon rindang halaman istana," pungkas dia.