Bawaslu Minta DPR Revisi UU Pilkada, Larang Mantan Napi Jadi Calon Kepala Daerah
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja meminta DPR merevisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dia ingin revisi UU tersebut memuat larangan bagi mantan napi korupsi menjadi calon kepala daerah.
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja meminta DPR merevisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dia ingin revisi UU tersebut memuat larangan bagi mantan napi korupsi menjadi calon kepala daerah.
Rahmat yakin DPR bisa melakukan revisi UU Pilkada dalam waktu cepat bahkan sebelum tahun 2020. Dia lalu membandingkan cepatnya proses revisi UU KPK di DPR.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Apa yang diatur dalam UU Pilkada Serentak 2024? Undang-Undang Pilkada Serentak 2024 di Indonesia diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan, yang paling relevan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
-
Mengapa Pilkada Serentak diadakan? Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pemilihan, serta mengurangi biaya penyelenggaraan.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
"Revisi UU KPK saja cepat, masa ini enggak bisa. Itu tergantung kemauan aja, mau apa enggak," kata Rahmat dalam diskusi di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (7/10).
Rahmat menjelaskan idealnya pelarangan bagi mantan napi korupsi menjadi calon kepala daerah diatur dalam UU bukan PKPU.
"Ya yang mengatur itu harusnya UU. Kan enggak bisa pengaturan norma dalam PKPU," ucapnya.
"Makanya kita minta DPR merevisi," sambungnya.
Sebagai informasi, saat ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah. Dalam revisi tersebut, KPU menambahkan syarat untuk para calon.
Seseorang yang memiliki catatan melanggar kesusilaan dilarang mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Pelanggar yang dimaksud adalah judi, mabuk, pemakai atau pengedar narkoba, dan berzina. Tidak ada larangan bagi mantan napi korupsi.
Baca juga:
KPU Sebut Honor Penyelenggara Pilkada Ad Hoc 2020 Bakal Naik
Revisi PKPU, KPU Ingin Calon Kepala Daerah Bukan Pemabuk dan Pezina
Dolvianus Kolo Daftar Bakal Calon Bupati Perbatasan Timor Leste dari NasDem
Fokus Nyagub Sumbar, Faldo Maldini Mundur dari PAN
Ibu Kota Baru akan Gelar Pilkades Serentak 26 Desember 2019