Bawaslu Sulit Buktikan Keterlibatan Aparat Negara pada Pilkada 2020
Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Ratna Dewi Pettalolo, mengakui sulitnya membuktikan pelanggaran Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM) pada Pilkada 2020. Alasannya, semua unsur TSM harus terpenuhi baru bisa dikategorikan sebagai pelanggaran.
Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Ratna Dewi Pettalolo, mengakui sulitnya membuktikan pelanggaran Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM) pada Pilkada 2020. Alasannya, semua unsur TSM harus terpenuhi baru bisa dikategorikan sebagai pelanggaran.
"Unsur TSM ini memang adalah akumulatif harus terpenuhi, terstruktur sistematis dan masif. Bisa saja dalam pelaksanaannya peserta itu terhindar dari salah satu unsur maka kemudian tidak bisa dibuktikan," kata Ratna dalam diskusi virtual "Bagaimana MK Menilai Pelanggaran Pilkada?", Selasa (6/4).
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Mengapa Pemilu 2019 di sebut Pemilu Serentak? Pemilu Serentak Pertama di Indonesia Dengan adanya pemilu serentak, diharapkan agar proses pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Apa saja yang dipilih rakyat Indonesia pada Pilkada 2020? Pada Pilkada ini, rakyat Indonesia memilih:Gubernur di 9 provinsiBupati di 224 kabupatenWali kota di 37 kota
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Kenapa Pilkada tahun 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pilkada di tahun tersebut dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan peserta dan pemilih.
Menurut Ratna, yang sering kali sulit dibuktikan adalah soal terstruktur dan masifnya keterlibatan aparat penyelenggara negara hingga keterlibatan birokrasi dalam pesta demokrasi. Ke depan harus ada regulasi yang mengatur peserta dapat dikategorikan melakukan pelanggaran tanpa mesti memenuhi semua unsur TSM.
"Beberapa kasus bisa dibuktikan tetapi apakah perbuatan itu terjadi secara masif, ini masalah pada proses pemeriksaan, sehingga ke depan perlu diatur unsur ini tidak bisa dinilai akumulatif tetapi salah satu unsurnya terpenuhi maka bisa diproses untuk diberi sanksi diskualifikasi," paparnya.
Selain itu, Ratna menuturkan, pihaknya sudah melakukan pendekatan kuantitatif. "Nah ini memang cukup memberatkan apakah politik uang itu harus dinilai secara kuantitatif atau kualitatif, karena kalaupun tidak memenuhi syarat 50%, kalau sudah terjadi politik uang itu adalah kejahatan," pungkasnya.
Baca juga:
Perludem Kritik MK Tak Lihat Praktik Money Politic Saat Sidang Sengketa Pilkada
Perludem Harap MK Tidak Hanya Lihat Sengketa Perselisihan Pilkada dari Angka Saja
PSU di Riau Digelar 2 Hari saat Puasa
PSU Pilkada PALI Digelar 21 April 2021, PPK Hingga KPPS Diganti
Orient Riwu Kore Akui Paspor Amerika Serikat Miliknya Berakhir 2027
Ini Hasil Perolehan Suara 2 Paslon di 4 TPS yang Bakal Digelar PSU Pilkada PALI