Beda dengan Pemerintah, Gerindra Tolak Rencana Pajak Sembako & Pendidikan
Muzani menilai, memajaki barang kebutuhan pokok rakyat dan kegiatan riil masyarakat Sembako dan pelayanan kesehatan dan pendidikan bukan jalan keluar yang tepat. Malah, itu justru semakin membebani rakyat.
Gerindra tolak rencana pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang-barang kebutuhan pokok, pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Sekjen Gerindra Ahmad Muzani meminta rencana itu dicabut. Dia berpendapat, sebaiknya pemerintah berpikir ulang karena hal itu justru semakin membuat rakyat susah.
-
Apa yang dibahas di Rapimnas Gerindra? Dia menjelaskan, dalam Rapimnas akan membahas hal-hal penting yang menjadi sikap politik Partai Gerindra, kemudian akan diumumkan pada saat penutupan Rapimnas.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Gege meninggal? Joe atau Juhana Sutisna dari P Project mengalami duka atas meninggalnya putra kesayangannya, Edge Thariq alias Gege, pada pertengahan Mei 2024.
-
Bagaimana gerakan tarian Gegerit? Ciri khas dari Tari Gegerit ini adalah setiap penari harus bergerak patah-patah dalam keadaan setengah jongkok sambil terus memainkan sayap yang ada di bahunya.
-
Siapa Pak Raden? Tanggal ini merupakan hari kelahiran Drs. Suyadi, seniman yang lebih akrab disapa dengan nama Pak Raden.
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
Muzani menilai, memajaki barang kebutuhan pokok rakyat dan kegiatan riil masyarakat Sembako dan pelayanan kesehatan dan pendidikan bukan jalan keluar yang tepat. Malah, itu justru semakin membebani rakyat.
“Sehingga upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak tidak berbanding lurus dengan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat,” kata Muzani dalam keterangannya, Minggu (13/6).
Muzani menyarankan, agar pemerintah sebaiknya menerapkan objek pajak baru terhadap kegiatan-kegiatan atau barang-barang yang bukan menjadi prioritas kebutuhan rakyat. Misalnya, kata dia, menerapkan objek pajak terhadap aktivitas pertambangan, perkebunan, dan korporasi lainnya.
"Terhadap upaya untuk meringankan beban keuangan negara dan juga meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan, Gerindra menyarankan penerapan objek pajak baru itu lebih baik diterapkan kepada barang-barang atau jasa dari hasil aktivitas atau kegiatan pertambangan dan perkebunan, termasuk kegiatan korporasi lainnya," jelas Muzani yang juga Ketua Fraksi Gerindra di DPR.
Kemudian, Muzani juga mengingatkan pemerintah melakukan evaluasi terhadap setiap pembiayaan kebutuhan negara agar tidak terjadi pemborosan. Selain itu, menutup kemungkinan adanya kebocoran anggaran negara di setiap pembiayaannya.
"Kemudian, terhadap beban keuangan yang semakin berat, Gerindra menyarankan agar pemerintah memperketat pembiayaan-pembiayaan yang dianggap pemborosan, termasuk menutup kemungkinan kebocoran anggaran, dan memangkas biaya-biaya yang dianggap tidak perlu," tutup Muzani.
Sebelumnya, pemerintah berencana akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap kebutuhan pokok dan juga jasa pelayanan fasilitas pendidikan dan kesehatan
Hal tersebut tertuang dalam revisi draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Barang kebutuhan pokok yang akan dikenakan pajak antara lain, beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
Penjelasan Pemerintah
Staf Khusus Menteri Keuangan (Stafsus Menkeu) Yustinus Prastowo menanggapi polemik atas rencana pengenaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen untuk sembako. Menurutnya, kebijakan tersebut bagian dari reformasi sistem perpajakan.
Dia menjelaskan, pengenaan PPN untuk sembako diyakini akan mewujudkan sistem yang lebih adil antara masyarakat kelas atas dan kelas bawah. Mengingat, skema penerapan tarif PPN hanya menyasar sembako dengan kategori tertentu.
"Saya beri contoh beras premium 1 kilogram Rp50 ribu enggak kena PPN, tapi kalo beli di pasar yang 1 kilogram Rp10 ribu itu juga tidak kena PPN. Pun, kalau membeli daging segar wagyu di supermarket itu tidak kena PPN sama juga kalau saya membeli ayam potong di pasar tradisional itu tidak kena PPN kan?," terangnya dalam diskusi virtual Polemik Trijaya, Sabtu (12/6).
Artinya, kata Yustinus, sistem perpajakan di Indonesia masih belum adil bagi kelompok ekonomi bawah. Sekaligus juga membuat susah pemerintah dalam mengajak golongan kelas menengah atas untuk berkontribusi dalam meningkatkan penerimaan negara melalui kewajiban membayarkan pajak.
"Ini yang kita ingin atasi," ujar Anak Buah Sri Mulyani tersebut menekankan.
Lagi pula, tidak semua objek PPN akan serta merta di kenai pungutan. Semisal senjata asal impor bagi TNI/Polri karena bersifat strategis.
"Misalnya juga buku pelajaran, buku agama ini barang strategis. Sehingga dikecualikan tidak dipungut pajaknya atau 0 (persen) berarti," imbuhnya.
"Jadi, sebenarnya ruang yang mau diciptakan pemerintah adalah ayo ini ada distorsi. Kalau kita ingin adil ayo kita perbaiki. Lalu disodori skema tarif," bebernya.
Baca juga:
Praktisi: Penerapan Pajak Sembako dan Jasa Pendidikan Timbulkan Kesulitan Baru
Pemerintah Berencana Kenakan Pajak untuk Sembako
Tak Hanya Sembako, Pemerintah Berencana Terapkan PPN untuk Jasa Persalinan
Tolak PPN Sembako, Misbakhun Tegaskan Rakyat Butuh Pangan Bagus
Timbulkan Kegaduhan, YLKI Minta Pemerintah Usut Penyebar Draf Rancangan PPN Sembako
YLKI: Tidak Pantas Sembako Kena PPN, 1 Persen Pun Tak Layak