Bekas sopir yang mengadu peruntungan jadi wali kota Malang
Sejak duduk di bangku sekolah, pria 37 tahun itu sudah melakoni usaha kecil-kecilan sebagai penjual kue.
Ibarat roda yang berputar, kehidupan salah satu calon wali kota Malang 2013, Haji Mochammad Anton juga pernah berada di bawah. Sebelum menjadi pengusaha sukses sebagai penyuplai tetes tebu ke perusahaan besar di Indonesia, Anton pernah kerja serabutan sebagai sales bahkan sopir.
Sejak duduk di bangku sekolah, pria 37 tahun itu sudah melakoni usaha kecil-kecilan sebagai penjual kue. Maklum, dirinya sudah lahir dari keluarga pas-pasan bahkan bisa dibilang kurang mampu. Selain berjualan kue dirinya juga menjadi penjual sembako. Setiap hari dirinya harus berkeliling dari kampung ke kampung untuk mengantarkan sembako.
"Saya sempat menjadi sopir saat SMA dan kuliah," katanya kepada merdeka.com, Selasa (21/5). Dari pengalaman itu, pria yang sempat mengenyam pendidikan di jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan sampai semester enam ini kemudian bekerja di Surabaya, lagi-lagi menjadi sopir. Dia mengambil cuti terminal dan alhasil kuliahnya tidak pernah lulus, karena kondisi keuangannya.
Tak disangka, dia bertemu dengan seseorang dari Jakarta yang meminta dirinya untuk mencarikan tetes tebu pada 1998. "Di sini saya jadi perantara," katanya. Saat itu, belum ada orang yang melirik usaha tetes tebu karena dianggap sebagai limbah. Meski berbeda jauh dari bidang pendidikan yang dia tempuh, Anton menyanggupi permintaan tersebut. Dengan gigih dia berhasil memenuhi permintaan tetes tebu dari Pabrik Gula Krebet Bululawang. Dia melakoni usaha tetes tebu tanpa modal dan pengalaman tentang tebu.
"Saat itu saya mampu mengirimkan 3.000 ton dengan omset ratusan juta," lanjutnya. Padahal dia mendapatkan secara gratis karena dianggap limbah oleh masyarakat. Kala itu harganya masih sekitar RP 150.000 per ton, saat ini harganya bisa mencapai Rp 2,5 juta," ujarnya.
Tak lama kemudian dia berhenti jadi perantara dan menyuplai tetes tebu secara langsung ke salah satu pabrik penyedap rasa. Sampai saat ini Anton mampu menyuplai tetes tebu ke dua pabrik besar penyedap rasa sebanyak 300 ribu ton per tahun. Tetes tebu yang dihasilkan tidak hanya dari pabrik gula di Jawa Timur, melainkan di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Omzet yang diraih pun jumlahnya miliaran.
Kesuksesan dalam melanggengkan usaha tetes tebu tidak lepas dengan sinerginya dengan petani tebu. Dia membina lebih dari 10 ribu petani tebu di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Meski berlatar belakang pengusaha, dia optimis untuk memajukan masyarakat Malang. "Banyak yang bertanya, pengusaha bisa apa?" ungkapnya. Tentu dia juga belajar mengenai politik. Setelah empat bulan terjun ke politik, dia mempunyai kesan tersendiri. "Dunia politik banyak permainan kotor," bebernya.
Jika dia terpilih sebagai wali kota nanti, ayah tiga anak itu berujar akan berintegrasi dengan KPK. Serta mengajak staf ahli untuk membangun kota Malang menjadi lebih baik. Dalam pilkada Malang, Kamis besok, Anton akan bersaing dengan kandidat kuat seperti Sri Rahayu-Priyatmoko Oetomo serta Heri Puji Utami-Sofyan Edi Jarwoko.
Survei yang dilakukan Laboratorium Politik dan Rekayara Kebijakan (LaPoRa) FISIP Universitas Brawijaya (UB) menempatkan pasangan Moch Anton-Sutiaji (Aji) pada posisi teratas dengan raihan suara 41,4 persen dari total responden sebanyak 600 orang.
Sedangkan survei yang dilakukan oleh Lembaga Politics, Policy and Development Institute (Polldev) menempatkan pasangan Heri Puji Utami-Sofyan Edi Jarwoko (Dadi) pada urutan pertama dengan perolehan suara sebanyak 36 persen dari 1.500 responden.
Survei yang dilakukan LaPoRa pada 8-16 Mei dan Polldev pada 10-18 Mei. Responden yang disurvei LaPoRa merata di lima kecamatan dan sebagian besar laki-laki, yakni 63 persen, sedangkan Polldev juga dari lima kecamatan, namun diambil dari daftar pemilih tetap (DPT).