Belanda gelar sidang pembantaian PKI tahun '65, ini tanggapan PDIP
Pemerintah dan DPR protes Belanda gelar sidang kasus yang terjadi di Indonesia.
Pengadilan Rakyat Internasional (IPT) yang mencari keadilan bagi korban pembantaian massal 1965 resmi digelar pada 10 November di Kota Den Haag, Belanda. Namun hal tersebut disambut sinis oleh Pemerintah dan anggota DPR RI.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu mengatakan, pengadilan hak asasi manusia peristiwa 1965, cukup dilakukan di Indonesia, sehingga tidak perlu digelar di Belanda.
"Pengadilan HAM cukup dilakukan di Indonesia saja karena menyangkut kedaulatan hukum Indonesia," kata Masinton dikutip dari Antara, Rabu (11/11).
Menurut Masinton, pemerintah Indonesia harus terus-menerus memfasilitasi dialog untuk pengungkapan kebenaran dan keadilan dalam rangka pelurusan sejarah tahun 1965. Langkah itu, lanjnut dia, juga untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada periode 1965-1967.
"Sementara itu, langkah rekonsiliasi masih jalan di tempat," ujarnya.
Sebelumnya, pengadilan rakyat atau 'International People's Tribunal' menyatakan kejahatan kemanusiaan di Indonesia pada 1965 akan digelar di Den Haag, Belanda dari Selasa-Jumat (10-13 November 2015).
Anggota panitia pengadilan rakyat, Reza Muharam menyebutkan pengadilan itu digelar untuk membuktikan terjadinya pembunuhan besar-besaran atau genosida selama periode 1965 hingga 1966 yang selama ini tidak pernah diakui negara.
Menurut dia, persidangan akan diikuti tujuh hakim berlatar kalangan akademisi, pegiat hak asasi manusia, dan praktisi hukum, termasuk mantan hakim mahkamah kriminal internasional untuk Yugoslavia.
Para hakim itu, menurut dia, akan menguji alat bukti yang memuat keterangan 16 saksi peristiwa 1965 sekaligus data yang disusun sejumlah peneliti Indonesia maupun mancanegara.
Terdapat sembilan dakwaan yang akan diuji panel hakim dalam sidang tersebut antara lain pembunuhan massal, penghilangan paksa, penyiksaan, dan kekerasan seksual pasca meletusnya peristiwa 30 September 1965.
Reza mengatakan, pengadilan itu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, dan yang digugat adalah tanggug jawab negara serta tidak ada gugatan terhadap individu maupun organisasi tertentu.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga buka suara terkait sikap Belanda yang menggelar sidang peristiwa Genosida itu. JK pertanyakan pembantaian yang dilakukan Belanda terhadap rakyat Indonesia ketika zaman penjajahan dulu.
Kalau ada pengadilan HAM, kami justru adili Belanda bertindak kejam di Indonesia. Dia bayar juga," ujar JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, kemarin.
Jaksa Agung HM Prasetyo turut mengkritik penyelenggaraan IPT. Kasus pembantaian 500 ribu hingga 3 juta warga terduga komunis setengah abad lalu adalah urusan internal Indonesia. Kalau memang ada sidang rakyat, seharusnya digelar di Tanah Air.
"Kita mengharapkan bahwa masalah kita, kita selesaikan sendiri. Tidak harus ada campur tangan pihak lain," kata Jaksa Agung saat ditemui di Taman Makam Nasional Kalibata dalam rangka Hari Pahlawan.