Budiman: Revisi UU Pilkada cuma akomodasi kelompok tertentu
Umur UU Pilkada masih muda, belum layak untuk direvisi.
Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tengah dalam tahap perdebatan. Pasalnya DPR terpecah menjadi dua kubu antara yang menolak revisi dan golongan yang mendukung. Menurut Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), usulan revisi merusak proses dan sistem yang sudah ada. Maka dari itu dia tak mau tau dengan konflik internal partai.
"Bagi mereka yang mendukung (revisi UU Pilkada) adalah karena untuk mendukung partai-partai yang sedang bersengketa," kata anggota Komisi II DPR Budiman Sudjatmiko di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, Rabu (20/5).
Menurut Budiman, permasalahan revisi terdapat dalam cakupan hukum, bukan politik. "Itu kan urusan internal mereka dan urusan hukum, bukan urusan politik. Ini kan Pilkada urusan politik," ungkapnya.
Di sisi lain, politikus PDI Perjuangan dia tidak mau tahu mengenai perpecahan internal Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan. Baginya konflik internal partai silakan diselesaikan sendiri sesegera mungkin. Menurutnya jangan sampai kepentingan partai politik mengganggu Pilkada yang sudah diagendakan.
"Kami tidak mau ada hubungannya dengan sengketa partai. Silakan islah lah partai-partai itu, bukan kemudian menunda agenda-agenda pilkada. Nanti bisa merusak urutan agenda-agenda Pilkada," ungkapnya.
Sejauh ini beberapa partai yang menolak adanya revisi UU Pilkada antara lain PDI, Hanura, Nasdem, PKB, Demokrat masih menolak. Sedangkan partai yang mendukung revisi ialah Golkar, PKS, Gerindra. Hal tersebut yang membuat perdebatan jadi atau tidaknya revisi masih dalam proses perdebatan.
"Kita masih berdebat. Pilkada sebentar lagi kalau UU Pilkada kemarin lahir, kemudian diganti Perpu, direvisi lagi. Ini kan jadi hanya mengakomodasi beberapa kelompok saja," ujarnya.
Budiman merasa umur undang-undang ini masih muda, belum layak untuk direvisi. Sementara itu di luar sana masyarakat menunggu terlaksananya Pilkada. Dia berusaha mencegah revisi yang baginya akan merusak proses dan sistem yang sudah ada.
"Masyarakat menunggu, Pilkada harus jalan. Ini belum setahun usianya kok mau diganti. Saya kira tidak benar, nanti bisa merusak seluruh proses dan sistem yang ada," tuturnya.