Cegah kasus First Travel terulang, DPR usul batas bawah biaya umrah
Wakil ketua komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis menegaskan perlunya pengaturan batas minimal biaya umrah, dalam sebuah Undang-undang khusus penyelenggaraan umrah. Hal ini untuk mencegah agar kasus travel umrah bermasalah seperti First Travel terjadi lagi.
Wakil ketua komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis menegaskan perlunya pengaturan batas minimal biaya umrah, dalam sebuah Undang-undang khusus penyelenggaraan umrah. Hal ini untuk mencegah agar kasus travel umrah bermasalah seperti First Travel terjadi lagi.
"Jika dihitung, biaya perjalanan umrah minimal Rp 21 juta, dengan berbagai fasilitas dasar. Sehingga masyarakat tidak mudah tertipu iming-iming ongkos umrah murah, namun pada akhirnya bermasalah," katanya melalui siaran pers di Jakarta, Senin (28/8).
Selain itu, menurut Iskan, keberadaan batas bawah biaya umrah itu perlu diatur, agar dapat melindungi kepentingan jemaah umrah dalam mendapatkan fasilitas minimal di tanah suci.
"Jemaah bisa teredukasi bahwa untuk pergi umrah memerlukan biaya minimal sekian, dengan fasilitas sesuai yang dibayarkan. Sehingga mendapat jaminan tidak terlantar di tanah suci," katanya.
Seharusnya sejak dulu, lanjut dia, batas minimal biaya umrah perlu diatur, dengan ikut memaparkan berbagai fasilitas yang akan didapatkan calon jemaah, sehingga mereka tidak merasa membeli kucing dalam karung.
Iskan menambahkan, untuk menghindari penipuan, calon jemaah umrah juga perlu membuka di website Kemenag mengenai mana saja travel umrah yang sudah resmi berizin. Karena banyak travel belum memiliki izin umrah dari Kemenag, dan hanya berbekal izin kementerian pariwisata, namun berani memberangkatkan umrah.
"Biasanya mereka mendapatkan visa umrah dengan bekerjasama dengan travel yang sudah mendapatkan izin Kemenag. Ini berbahaya, karena tanpa memiliki izin resmi umrah, mereka tidak akan mendapatkan pengawasan dari Kemenag," katanya.
Politisi PKS ini menilai bahwa dengan jumlah orang yang ingin pergi umrah sangat besar ditambah pemerintah yang kurang memberikan edukasi dan pengawasan, maka pada akhirnya banyak menimbulkan fenomena travel umrah bermasalah. Untuk itu menurutnya sudah mendesak dibuat undang-undang khusus umrah agar Kemenag mudah mengawasi.
"Peminat perjalanan umrah ini sangat besar sekali, sekitar 800.000 orang per tahun. Oleh karena itu perlu diatur undang-undang khusus untuk melindungi jemaah. Apalagi selama ini peran Kemenag pada penyelenggaraan umrah belum sekuat seperti pada penyelenggaraan haji," pungkasnya.