Cerita Adian Napitupulu debat soal Pilgub DKI dengan Eko Patrio
Cerita Adian Napitupulu debat soal Pilgub DKI dengan Eko Patrio. Perdebatan keduanya dimulai dari penilaian Adrian terhadap polling Agus-Syilvi yang melesat dalam waktu beberapa hari setelah poros Cikeas mendapuk keduanya sebagai pasangan bakal cagub dan cawagub.
Meski saat ini baru memasuki tahap pendaftaran, namun panasnya Pilgub DKI sudah semakin terasa. Para pendukung pasangan bakal calon mulai saling adu argumen. Seperti yang dilakukan oleh politisi PDIP Adian Napitupulu dengan Ketua DPW PAN DKI Jakarta Eko Hendro Purnomo atau biasa disapa Eko Patrio.
Perdebatan keduanya dimulai dari penilaian Adrian terhadap polling Agus-Syilvi yang melesat dalam waktu beberapa hari setelah poros Cikeas (Demokrat, PKB, PAN dan PPP) mendapuk keduanya sebagai pasangan bakal cagub dan cawagub.
"Dari survei itu kita lihat ada rekayasa. Kenapa rekayasa, karena takut kalah. Pencalonan saja baru beberapa hari lalu, gimana surveinya? Sosialisasi baru ada bahkan warga tidak menduga, lucu saja bagi saya," kata Adian saat diskusi publik bertajuk Pemimpin Jitu Di mana Engkau, Seteru Panas Pilkada DKI, Siapa Kuat?' di kawasan SCBD, Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (29/9).
Merasa tersindir oleh pernyataan Adian, Eko pun menjelaskan alasan poros Cikeas memilih pasangan Agus-Sylvi untuk maju dalam Pilgub Jakarta pada 15 Februari mendatang. Eko pun curhat tentang penetapan Agus-Sylvi dalam waktu 48 jam setelah ditinggalkan 3 partai yang sebelumnya tergabung dalam koalisi kekeluargaan.
"Awal sejujurnya kan koalisi kekeluargaan dibentuk tujuh partai, nah kita sepakat mengajukan Risma, kita kan sekarang bicara partai yang punya ideologis. Nah ideologis sesungguhnya partai mengajukan kadernya sendiri. Catet. Sekarang banyak yang enggak bener. PAN mah dibanding PDIP, Gerindra cuma dua kursi, sadar diri," ungkap Eko.
Eko menuturkan para partai yang memiliki banyak kursi di DPRD DKI justru tak mengusung kader dari partainya. Malahan ada juga partai besar tetapi tidak mengusung kadernya sendiri. Padahal partai-partai tersebut memiliki kader yang cukup mumpuni untuk memimpin Jakarta.
"Ini kursi banyak tapi enggak ngajuin kadernya. Bicara partai ideologis. Saya melihat setelah Risma, Sandi, Yusril RR, ini kan tokoh hebat, saya ajukan ke koalisi kekeluargaan, dibuang mentah-mentah ini tokoh," kata Eko.
"Tiba-tiba last minute PDIP ajukan Ahok-Djarot, kaget kita, ya sudah, komunikasi jadi pecah koalisi kekeluargaan karena menunggu saudara tua (PDIP) kita tidak sesuai. Terus kondisinya terjadi lagi komunikasi tak terbangun antara Gerindra dan PKS mengajukan di luar kepala kita," sambung Eko.
Mendengar jawaban Eko, Adian pun kembali menyerang balik poros Cikeas yang sama sekali mengusung bukan bagian dari kader 4 partai yang berkoalisi. Adian menyebut pasangan Agus-Sylvi terlalu dipaksakan.
"Proses pemilihan Agus-Sylvi terpaksa, tak bisa dipungkiri mereka dipilih hanya dalam waktu 2 hari seperti yang tadi disebutkan. Saya berpikir sebaiknya jangan didukung," kata Adian.
Adian menambahkan putra sulung presiden ke enam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu memiliki karir militer yang cukup gemilang di kesatuannya. Bukan tak mungkin bagi Agus bisa dengan mudah mendapatkan pangkat Jenderal.
"Nah mimpi besar ini jangan kemudian diputus karena Pilkada DKI. Kami tidak ingin orang muda kita bagus tarik ke pilkada. Nah ini menguatkan emang terpaksa kok. Jadi jangan dibandingkan dengan PDIP, pergulatan kita publik bisa menilai, bukan dua hari sebelum daftar dilakukan, pilihan kita diuji lewat proses panjang. Kita juga menitipkan kader dari bawah, Mas Djarot, dari pada sebelah bukan kader siapa-siapa," sindir Adian.
Adian pun tanpa ragu menyombongkan pasangan calon yang diusungnya sebagai pasangan yang paling berpengalaman dan teruji dalam memerintah DKI selama 2 tahun terakhir.
"Kalau kita mendukung Ahok-Djarot prosesnya panjang. Pendapat publik diuji, persepsi publik juga diuji," tutupnya.
-
Apa yang dikatakan Habiburokhman tentang hubungan Jokowi dan PDIP? Habiburokhman menyebut, sejumlah orang yang kalah pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah move on, usai pesta demokrasi tersebut dianggap berakhir. "Mungkin dari 100 persen sudah 60 persen orang move on. Kemudian juga tahapan kedua hari ke hari misalnya adanya statement dukungan, statement selamat dari kepala-kepala negara penting di dunia itu mungkin membuat sekitar 80 persen orang move on. Terakhir penetapan KPU kemarin mungkin sudah 95 persen orang move on," jelasnya.
-
Siapa saja yang diusulkan untuk diusung oleh PDIP di Pilgub DKI 2024? Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan partainya masih mencermati nama-nama tokoh yang diusulkan untuk diusung sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta pada Pilkada serentak 2024.
-
Bagaimana hubungan Jokowi dan PDIP merenggang? Diketahui, hubungan Jokowi dengan partai Pimpinan Megawati Soekarnoputri itu merenggang saat keduanya beda pilihan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
-
Bagaimana TKN Prabowo-Gibran menanggapi putusan DKPP? Meski begitu, dia menyampaikan TKN Prabowo-Gibran menghormati keputusan DKPP. Namun, kata dia keputusan tersebut tidak bersifat final.
-
Kapan Partai Demokrat dideklarasikan? Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2002 di Jakarta Hilton Convention Center (JHCC), Partai Demokrat dideklarasikan.
-
Kapan Prabowo tiba di Kantor DPP Partai Golkar? Prabowo tiba sekitar pukul 17.00 WIB dengan mengenakan pakaian berwarna hitam dan celana berwarna hitam.
Baca juga:
Gara-gara Dewi Persik, Sandiaga Uno & Adian Napitupulu 'adu mulut'
Dulu bilang dengkul lemas, Adian kini puji Ahok setinggi langit
Himpun dana kampanye, kubu Anies tiru cara Ahok tapi lebih merakyat
Annisa Pohan bisa dongkrak popularitas Agus Yudhoyono di Pilgub DKI
Muncul Agus-Sylvi, Pilgub DKI diyakini bakal dua putaran
Ali Sadikin jadi bahan 'jualan' pendukung dan lawan Ahok