Daripada hak angket e-KTP, PPP usul cecar KPK di rapat Komisi III
Daripada hak angket e-KTP, PPP usul cecar KPK di rapat Komisi III. Komisi III DPR bisa mengkritisi prosedur hukum yang dipakai KPK untuk mencatut sejumlah nama-nama anggota DPR dan petinggi partai dalam dakwaan. Semisal, KPK membuktikan tersedianya dua alat bukti untuk menyeret pejabat dan politisi-politisi Senayan.
Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai hak angket kasus korupsi e-KTP tidak perlu didorong untuk mempertanyakan masuknya nama-nama anggota DPR dan petinggi partai dalam dakwaan dua mantan pejabat Kemendagri. Instrumen yang bisa digunakan untuk mendalami kasus e-KTP bisa melalui rapat kerja Komisi III dengan KPK.
"Kalau hak angket saya pribadi enggak perlu. Instrumennya untuk mempertanyakan penyelidikan, penyidikan KPK itu bukan dengan hak angket. Itu bisa satu, paling lazim melalui raker komisi III dengan KPK, ya dikritisi habis lah. Harus terbuka, tidak berarti kalau ditanyakan ini intervensi ya," kata Arsul di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/3).
Dalam rapat itu, Komisi III DPR bisa mengkritisi prosedur hukum yang dipakai KPK untuk mencatut sejumlah nama-nama anggota DPR dan petinggi partai dalam dakwaan. Semisal, KPK membuktikan tersedianya dua alat bukti untuk menyeret pejabat dan politisi-politisi Senayan.
"Dengan mengajukan hak pertanyaan. Itu kan boleh saja. Toh kita tidak minta KPK untuk menghentikan, untuk menunda dan lain sebagainya. Kita menanyakan kok anda menyatakan semua ini apakah punya dua alat bukti? Standarnya kan selalu dua alat bukti, itu kita tanyakan. Kalau dia mengatakan kami punya dua alat bukti dan pada saatnya akan kami kemukakan sudah kami tunggu," tandasnya.
Sebelumnya, Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengusulkan penggunaan hak angket atas kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menyeret sejumlah anggota dewan. Penggunaan hak angket ini bertujuan untuk menginvestigasi dan menelisik secara menyeluruh dugaan keterlibatan aliran dana e-KTP kepada anggota-anggota DPR.
"Kalau yang kayak begini begini ini ini sebaiknya diangketkan saja sebab DPR punya kepentingan dong memperbaiki namanya. Saya kalau ada teman-teman dari fraksi-fraksi lain ada ya sudah ayo kita sama-sama investigasi menyeluruh deh proses penyelidikan dan semuanya panggilan saja. Bagaimana itu orang terima uang periksa dong beneran," ujar Fahri
Fahri curiga ada pihak-pihak yang menyembunyikan keterangan palsu sehingga menyeret nama-nama politisi Senayan ke dalam pusaran korupsi mega proyek itu. Kasus e-KTP dinilainya telah menciptakan kegaduhan politik nasional.
"Kecurigaan saya ini ada yang menyelundupkan keterangan-keterangan ke dalam lembaran negara, kemudian dibawa ke ruang sidang, jadi sumber kepusingan kita secara nasional. Kita dibikin ramai, masalah inti enggak selesai. Apalagi masalah e-KTP mangkrak kan. Karena seluruh proses administrasi negara terhenti," terangnya.
Kasus serupa, kata Fahri, terjadi saat politisi PKS Lutfi Hasan Ishaaq terjerat korupsi dagang sapi. Dalam kasus itu, banyak anggota DPR yang diduga terlibat namun hanya Lutfi yang ditetapkan sebagai tersangka. Akan tetapi, nama-nama anggota DPR yang disebut terlibat korupsi bersama Lutfi justru menjadi rusak.
"Nah ini yang saya bilang kenapa mengirim persoalan ini di ruang publik kan sayang dong keluarga orang namanya hancur kan belum tentu. Padahal kan sudah saya bilang kan ada ribuan orang tokoh partai mondar-mandir namanya disebut tapi cuma satu orang yang jadi tersangka seperti di kasus Lutfi Hasan Ishaaq yang lain terus di mana sudah ancur namanya," jelasnya.