Debat Panas Kubu Bamsoet dan Airlangga Soal Tata Cara Pemilihan Ketum
Hubungan dua calon kuat Ketua umum, Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo semakin tegang. Teranyar, para pendukung kedua kubu berdebat panas soal mekanisme pemilihan ketua umum di Munas.
Kondisi internal Golkar kian panas. Empat hari lagi, partai berlogo pohon beringin itu menggelar Munas dengan agenda pemilihan ketua umum periode 2019-2024.
Hubungan dua calon kuat Ketua umum, Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo semakin tegang. Teranyar, para pendukung kedua kubu berdebat panas soal mekanisme pemilihan ketua umum di Munas.
-
Bagaimana Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Golkar? Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Partai Golkar ke-11 sejak pertama kali dipimpin Djuhartono tahun 1964.
-
Bagaimana Airlangga Hartarto mengelola potensi konflik di dalam Partai Golkar? Lanjut Dedi, Airlangga juga mampu merawat infrastruktur partai dengan mengelola potensi konflik yang baik.
-
Apa yang diklaim Airlangga sebagai pencapaian Partai Golkar? "Dengan demikian Partai Golkar mengalami kenaikan dan dengan Partai Golkar mengalami kenaikan, Partai Golkar juga yang mendukung Pak Prabowo dan Mas Gibran bisa berkontribusi kepada kemenangan Bapak Prabowo Subianto dan Mas Gibran Rakabuming Raka," tutup Airlangga.
-
Apa alasan Nurdin Halid menilai Airlangga Hartarto layak memimpin Golkar? "Sangat layak, Erlangga memimpin Golkar," ujarnya kepada wartawan, Rabu (3/4). Nurdin mengaku di Pemilu 2024, Golkar perolehan kursi di DPR RI meningkat menjadi 102. Padahal di Pemilu 2019, Golkar hanya meraih 85 kursi. "Dari 85 kursi menjadi 102, itu tidak mudah. Sangat layak (memimpin kembali Golkar)," tuturnnya.
-
Siapa yang menyampaikan keinginan aklamasi untuk Airlangga Hartarto dalam memimpin Golkar? Untuk informasi, kabar adanya keinginan aklamasi dari DPD I dalam penunjukkan Airlangga kembali memimpin Partai Golkar disampaikan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Lodewijk F. Paulus.
-
Kenapa Partai Golkar didirikan? Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekber Golkar di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Tepatnya tahun 1964 oleh Angkatan Darat digunakan untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik.
Perdebatan itu terjadi di rapat pleno DPP Golkar, Rabu (27/11). Airlangga Hartarto mengusulkan syarat 30 persen dukungan bagi para calon ketua umum. Syarat itu diberikan melalui surat dukungan para pemilik suara di Munas.
Airlangga dituduh melanggar AD/ART partai. Sebab, dalam aturan tidak mengatur spesifik syarat dukungan tersebut, menurut kubu Bamsoet.
"Jadi usulan Airlangga itu menabrak AD/ART," jelas Wakil Ketua Dewan Pembina Golkar MS Hidayat kepada merdeka.com, Kamis (28/11). Hidayat mendukung Bamsoet dalam Munas Golkar 2019.
MS Hidayat menjelaskan, dalam AD/ART Partai Golkar Pasal 50 ayat (1) disebutkan: Pemilihan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Provinsi, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota, Ketua Pimpinan Kecamatan, dan Ketua Pimpinan Desa/Kelurahan atau sebutan lain dilaksanakan secara langsung oleh Peserta Musyawarah.
Atas dasar itu, MS Hidayat menyebut, tidak ada aturan syarat 30 persen dukungan untuk maju jadi ketum Golkar di Munas.
"Enggak ada ketentuannya. Dan ditolak di rapat pleno semalam oleh pro Bamsoet," tegas MS Hidayat.
Contoh Munaslub 2016
Ketua Timses Bamsoet, Ahmadi Noor Supit menjelaskan lebih jauh, Airlangga dan timnya ingin pada tahap penjaringan calon, seorang dianggap memenuhi syarat bila mendapat dukungan tertulis dari 30 persen pemilik suara yang ditanda tangani oleh ketua dan sekretaris.
Supit menyebut, ART pasal 50 ayat 2 menyatakan pemilihan sebagaimana dimaksud pasal 1 dilakukan melalui tahap penjaringan, pencalonan dan pemilihan. Artinya, ketiga tahapan tersebut dilakukan secara langsung melalui voting atau pemilihan sebagaimana dinyatakan dalam ayat 1.
Dia mencontohkan Munaslub di Bali Tahun 2016. Waktu itu Airlangga Hartarto hanya mendapat suara 16 pada tahap penjaringan. Sehingga tidak bisa lanjut pada tahap pencalonan.
"Pada Munas tersebut hanya Setya Novanto dan Akom yang mendapat suara lebih dari 30 persen dan lolos menjadi calon karena Ade Komarudin mengundurkan diri pemilihan tidak dilanjutkan dan Setya Novanto dinyatakan terpilih secara aklamasi," jelas Supit.
Mantan Ketua Banggar DPR itu menerangkan, Golkar sudah melaksanakan Pasal 50 ART tersebut secara benar dalam Munaslub di Bali pada 2016. Itu menjadi konvensi dalam penerapan ART.
"Jadi jangan lagi akal-akalan membuat tafsir baru terhadap ART Pasal 50, apalagi AH sudah mengalami sendiri ikut penjaringan calon ketua umum tanpa dukungan tertulis, tetapi melalui pemilihan secara langsung oleh peserta Munas," tutup Supit.
Airlangga Beri Penjelasan
Airlangga punya maksud memberikan syarat 30 persen kepada para calon ketum Golkar di Munas. Airlangga menjelaskan mekanisme daripada Munas.
Satu, lanjut dia, masa pendaftaran atau yang disebut periode penjaringan. Sesudah itu, masuk periode pencalonan.
"Di periode itu ada syarat dukungan 30 persen. Nah 30 persen itu kan harus dibuktikan, bukan dengan mengklaim didukung sebanyak 30 persen," kata Airlangga di Merlynn Park Hotel, Jakarta Barat, Kamis (28/11).
Airlangga menambahkan, pada saat penjaringan awal, yang dicek adalah persyaratan administratif. Begitu lolos, maka dia bisa menjadi bakal calon Ketum Golkar. Dari tahap pencalonan itu, dengan persyaratan didukung 30 persen suara, berlanjut ke tahap voting atau pemilihan.
"Nah dalam pemilihan itu apabila dipilih 50+1, menurut AD/ART itu yang dimaksud dengan yang namanya aklamasi. Proses musyawarah mufakat bisa dilakukan dalam setiap fase," jelas Airlangga.
Contoh Calon Independen
Sementara itu, Sekjen Golkar, Lodewijk Freidrich Paulus membantah kubu Airlangga melanggar aturan. Dia menyebut, AD/ART mendukung dan mengatur syarat dukungan 30 persen di Munas.
"Lah itu kan ada persyaratannya, jadi di situ dalam AD/ART didukung 30 persen, nah bagaimana kita mau tahu dia (calon ketum) di dukung, pakai apa padahal belum Munas," kata Lodewijk di Merlynn Park Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (28/11).
Lodewijk mengibaratkan dukungan 30 persen tersebut seperti syarat maju menjadi calon independen yang harus mengumpulkan KTP, misalkan sebanyak satu juta. "Nah kita ada AD/ART yang menyatakan itu, didukung 30 persen dari pemilik hak suara," ucap dia.
Kemudian, kata Lodewijk, cara mengecek mendapat 30 persen suara adalah melalui surat dukungan. Dengan surat dukungan tersebut, bisa terbukti bahwa kandidat yang maju memiliki pendukung dan bukan sekadar mengumpulkan pendukung.
(mdk/rnd)