Demokrat sebut kasus BG buat penegakan hukum di era Jokowi merosot
"Fondasi hukum melemah terutama dalam kasus Budi Gunawan, secara langsung merusak KPK dan pemerintah sendiri,"
Penegakan hukum di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dinilai buruk. Hal ini berdasarkan, hasil survei nasional yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) tentang penegakan hukum di era Jokowi.
Hanya 1,1 persen responden menyatakan keadilan hukum sudah sangat baik, kemudian 33,6 persen menyatakan buruk dan sedangkan 4,2 persen lainnya merasa sangat buruk.
Survei SMRC sebelum Jokowi menjadi presiden atau di era Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebanyak 1,4 persen rakyat menyatakan penegakkan hukum di Indonesia sangat baik, sedangkan 29,9 persen responden menilai buruk dan 4,9 persen sangat buruk.
Menanggapi merosotnya kerpecayaan publik terhadap penegakan hukum di era Presiden Jokowi, Jubir Partai Demokrat Ikhsan Modjo menyatakan, kinerja pemerintahan Jokowi memang sudah selayaknya dievaluasi. Karena Setelah 1 tahun Jokowi dipilih rakyat sebagai presiden kondisi umum nasional terutama hukum tidak menjadi lebih baik.
"Fondasi hukum di Indonesia kian melemah terutama dalam kasus Budi Gunawan (BG) dengan KPK," kata Ikhsan dalam diskusi kinerja Presiden Jokowi: Evalusasi Publik Nasional Setahun Terpilih Menjadi Presiden, di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (9/7).
Kasus Komjen Budi Gunawan menurut Ikhsan, sangat berpengaruh terhadap penegakan hukum di era Jokowi. Terlebih dari kasus ini, dua pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.
"Fondasi hukum melemah terutama dalam kasus Budi Gunawan, secara langsung merusak KPK dan pemerintah sendiri," kata dia.
Atas hal tersebut, kata dia, banyak responden merasa kecewa, tidak puas bahkan sinis dengan kinerja Jokowi dan menterinya yang buruk. Dia pun menyetujui hasil survei itu, sebagai gambaram secara umum masyarakat Indonesia.
Survei dilakukan dari 25 Mei sampai 7 Juni 2015 dengan cara wawancara tatap muka ke seluruh warga Indonesia yang mempunyai hak dalam pemilu. Metode yang digunakan yakni multistage random sampling dengan jumlah respoden capai 1.220. Margin of error 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.