Diaspora Partai Rakyat Demokratik setelah 16 tahun
Umurnya pendek, karena para pemimpinnya langsung dipenjara rezim orde baru. Sebagian malah tak pernah kembali pulang.
Cita-cita revolusi Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang didirikan 16 tahun lalu gagal. Rezim Soeharto keburu beringas dengan meluluhlantakkan partai itu hanya beberapa bulan setelah dideklarasikan pada 22 Juli 1996. Para pemimpin dan kader PRD di daerah-daerah diburu, diculik, disiksa dan kemudian dipenjarakan.
Beberapa di antara mereka bahkan tidak 'pulang' hingga detik ini. Sebut saja Wiji Thukul, Petrus Bima Anugerah, Suyat, Herman Hendrawan, yang menjadi bagian 13 orang hilang pada kurun waktu 1997-1998. Namun tak semua kisah para mantan aktivis PRD sesuram nasib Thukul dkk.
Sebagian lain dari mereka kini sudah menikmati buah reformasi. Ada yang sudah hidup mapan, masuk partai politik lain, bahkan menjadi bagian dari penguasa. Meski tak sedikit juga dari mereka yang masih aktif bergerak di 'bawah tanah' dan memilih jalan sunyi.
"Alumnus-alumnus PRD sudah mengambil jalan hidup berbeda-beda. Ada yang menjadi politisi, pebisnis, jurnalis, jadi dosen, peneliti di dalam maupun luar negeri, jadi kepala desa, jadi kiai, pastor, budayawan dan sebagainya," kata Budiman Sudjatmiko, mantan Ketua Umum PRD saat berbincang dengan merdeka.com, Selasa (24/7).
Budiman, yang pernah dipenjara rezim Soeharto karena dituduh sebagai dalang kerusuhan 27 Juli 1996, kini meniti karier politik di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dia kini duduk sebagai anggota DPR periode 2009-2014. Pilihan Budiman kepada partai banteng ini memang tak jauh-jauh, mengingat PRD dulu sempat menggadang-gadang Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDIP, sebagai capres menggantikan Soeharto.
Berbeda dengan Budiman yang berada di kubu oposisi, kalangan eks partai berhaluan sosialis-demokrat ini juga banyak bercokol di eksekutif. Sebut saja Andi Arief yang kini menjabat sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana. Sewaktu Budiman dipenjara di LP Cipinang, Andi Arief adalah orang yang memegang kendali partai. Pria yang dulu memiliki nama samaran Mirah Mahardika ini pun sempat menjadi korban penculikan.
Di pemerintahan, masih ada juga eks aktivis PRD yang lain, seperti Dita Indah Sari dan Faisol Riza. Dua orang yang pernah dipenjara itu kini menjadi Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sebuah jabatan yang tak asing mengingat keduanya sangat dekat dengan dunia perburuhan.
Namun, tak semua eks PRD kini bermain di dunia politik. Petrus Haryanto misalnya, kini ia adalah seorang pebisnis buku. Mantan sekjen PRD itu kini mengelola sebuah penerbitan kecil-kecilan. Beda lagi dengan Raharjo Waluyo Jati, yang pernah menjabat salah satu ketua PRD. Dia kini aktif di gerakan petani tembakau, setelah sebelumnya memimpin Radio VHR (Voice of Human Rights). Sementara, Nezar Patria, pelaksana sekjen PRD selama Petrus ditahan, kini menjadi Redaktur Pelaksana di situs berita VIVAnews.com.
Pilihan Henry Kuok barangkali yang paling 'menyepi' di antara teman-temannya dulu. Setelah menyelesaikan doktor hukumnya di Washington, perwakilan PRD di KPU dulu itu kini menjadi seorang pastor di perkampungan orang miskin di Chicago, AS.
Budiman mengatakan pengalaman mereka selama bersama-sama memperjuangkan demokrasi di masa Orba begitu kuat, karena sampai mempertaruhkan nyawa. "Saya yakin pengalaman itu tak mudah dihapus, dan jika rakyat serta sejarah kembali memanggil, mereka tak akan ragu bergelut lagi untuk tercapainya tujuan Indonesia merdeka," kata Budiman.
Mungkin, lanjut dia, cara yang digunakan tidak persis sama seperti dulu. "Tapi dengan keahlian, jejaring dan ide yang mereka peroleh dalam lapangan kehidupan mereka sekarang," ujarnya. "Saya percaya bahwa mereka masih merasa berutang untuk menuntaskan tugas sejarah."