Fahri Soal Jokowi Surati KPU: Presiden Enggak Punya Penasihat Hukum
Fahri memandang, banyak konflik kepentingan dan kekonyolan yang mengitari Jokowi. Akhirnya, banyak yang tak sadar dari dampak kebijakan yang dibuat eks Walikota Solo tersebut.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah angkat bicara soal pengiriman surat Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memasukkan nama Ketua DPD Oesman Sapta Odang (OSO) dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD Periode 2019-2024 sesuai instruksi PTUN Jakarta.
Menurut Fahri, Jokowi tak punya pembisik yang kapabel. Sehingga tindakannya menjadi kontroversial. Mestinya, Jokowi memanfaatkan figur pakar hukum Yusril Ihza Mahendra sebagai penasihatnya.
-
Apa yang menurut Fahri Hamzah menjadi bukti dari efek persatuan Jokowi dan Prabowo? "Efek persatuan mereka itu luar biasa, telah melahirkan kebijakan-kebijakan yang akan menjadi game changer, perubahan yang punya efek dahsyat pada perekonomian dan masyarakat secara umum," sambungnya.
-
Bagaimana Fahri Hamzah melihat proses bersatunya Jokowi dan Prabowo? "Ini adalah dua tokoh besar. Orang hebat dua-duanya, yang selama ini oleh politik dibuat bertengkar, sekarang kita buat mereka bersatu," tutur Fahri, Minggu (28/1)
-
Siapa yang menurut Fahri Hamzah berperan penting dalam mewujudkan Indonesia menjadi negara yang diperhitungkan? Fahri pun menyebut relevansi langkah pemerintahan program kerja yang dicanangkan paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran dalam melanjutkan upaya mendorong kemajuan negara.
-
Siapa saja yang mendampingi Jokowi? Sebagai informasi, turut mendampingi Presiden dalam kegiatan ini adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, Gubernur Jambi Al Haris, dan Pj. Bupati Merangin Mukti.
-
Apa yang dilakukan Menhan Prabowo Subianto bersama Kasau Marsekal Fadjar Prasetyo? Prabowo duduk di kursi belakang pesawat F-16. Pilot membawanya terbang pada ketinggian 10.000 kaki.
-
Kapan Hamzah Haz terpilih menjadi Wakil Presiden? Pada hari Kamis, 26 Juli 2001, Hamzah terpilih sebagai Wakil Presiden ke-9 Republik Indonesia.
"Presiden sampai melakukan tindakan yang cukup jauh begitu. Nah saya kira penasehat hukum presidennya itu dari dulu saya bilang, presiden ini enggak punya penasehat hukum, harusnya kan orang kayak Pak Yusril kan ditanya kan, tapi kan ya enggak ada," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (5/4).
Fahri menyesalkan Jokowi tak memfungsikan aktif Yusril sebagai penasihat hukum sejak awal. Sehingga, tindakan Jokowi menjadi konyol.
"Karena (Yusril) orang jago tentang undang-undang pemilu tata negara, namanya Yusril. Tapi ya enggak dipake. Sehingga terjadilah kekonyolan seperti ini," ujarnya.
Fahri memandang, banyak konflik kepentingan dan kekonyolan yang mengitari Jokowi. Akhirnya, banyak yang tak sadar dari dampak kebijakan yang dibuat eks Walikota Solo tersebut.
"Saya enggak mengerti ya hubungan Pak Jokowi dengan Pak OSO ya, tapi dugaan saya terlalu banyak yang kita enggak alert istilahnya itu, enggak sense crysis nya itu sense of urgency nya itu enggak hidup, gitu," ucapnya.
Fahri memandang, Jokowi akan salah ambil tindakan selama tidak menggunakan penasihat hukum yang benar.
"Presiden selama dia enggak pake penasihat hukuk yang bener, blunder akan terus banyak, itulah yang saya bilang. Udahlah, udah ada Pak Yusril di dalam pake dong," tandasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan Presiden Joko Widodo tidak intervensi terkait soal polemik Ketua DPD Oesman Sapta Odang (OSO). Presiden hanya sampaikan surat ke KPU yang mana permintaaan surat itu tidak bisa dipenuhi. Permohonan itu dikirim lewat surat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.
Isi surat itu meminta KPU untuk menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, terhadap OSO yang juga Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang untuk dimasukkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD Periode 2019-2024
Komisioner KPU Hasyim Asyari menjelaskan, awalnya Ketua PTUN mengirimkan surat lebih dulu ke Presiden Jokowi untuk memberitahukan mengenai sikap KPU yang tidak menjalankan putusan. Karena dianggap mengabaikan, sebab nama OSO tidak dimasukkan dalam DCT.
Atas dasar itu, lanjut Hasyim, Presiden Jokowi lewat Mensesneg Pratikno mengirimkan surat ke KPU. Kemudian, KPU juga telah merespons surat tersebut pada pekan lalu. Isinya adalah KPU tidak memasukkan nama OSO di DCT karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/2018 yang melarang calon Anggota DPD memiliki jabatan kepengurusan di partai politik.
Hasyim juga menjelaskan, surat dari Presiden Jokowi ini sifatnya hanya menyampaikan bukan arahan atau intervensi untuk kasus OSO. Pasalnya KPU independen tidak bisa dintervensi oleh siapapun.
"Seperti yang sudah saya sampaikan, KPU bukan anak buahnya Presiden Jokowi. Maupun DPR," pungkasnya.
Berikut sejumlah kutipan surat dari Mensesneg kepada KPU yang beredar luas:
Bersama ini dengan hormat kami sampaikan bahwa dengan berdasarkan Pasal 116 ayat (6) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah beberapa kali dibahas terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009. Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan surat Nomor W2.TUN1.704/HK/III/2019 tanggal 4 Maret 2019 kepada Presiden menyampaikan permohonan agar memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (Tergugat) untuk melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) yaitu Putusan Pengadiian Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT.
Sehubungan dengan hal tersebut, dan berdasarkan arahan Bapak Presiden, maka kami sampaikan surat Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dimaksud beserta copy Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Saudara untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Atas perhatian Ketua Komisi Pemilihan Umum, kami ucapkan terima kasih.
Menteri Sekretaris Negara
Pratikno
(mdk/fik)