FGD Dengan Pemerintah, DPR Ungkap Sejumlah Pasal UU ITE yang Perlu Direvisi
Azis mengatakan, parlemen mendukung pemerintah menyiapkan naskah akademis, serta sosialisasi kepada masyarakat dan menerima masukan dari kelompok intelektual serta NGO.
Tim Kajian UU ITE menggelar FGD dengan pimpinan dan anggota DPR, Kamis (18/3) kemarin. DPR menyatakan dukungan terhadap revisi UU ITE. Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan, pemerintah perlu memasukan revisi tersebut ke dalam Prolegnas Prioritas 2021.
"Pemerintah perlu melakukan revisi terhadap UU ITE serta memasukkan revisi tersebut ke dalam Prolegnas 2021," kata Azis dikutip dari siaran pers, Jumat (19/3).
-
Apa yang dimaksud dengan revisi UU ITE jilid II? Revisi UU ini dikarenakan masih adanya aturan sebelumnya masih menimbulkan multitafsir dan kontroversi di masyarakat.
-
Kenapa revisi UU ITE jilid II ini dianggap penting? Untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan, perlu diatur pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberikan kepastian hukum, keadilan, dan melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik, Dokumen Elektronik, Teknologi Informasi, dan/ atau Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum.
-
Apa yang diputuskan oleh Pimpinan DPR terkait revisi UU MD3? "Setelah saya cek barusan pada Ketua Baleg bahwa itu karena existing saja. Sehingga bisa dilakukan mayoritas kita sepakat partai di parlemen untuk tidak melakukan revisi UU MD3 sampai dengan akhir periode jabatan anggota DPR saat ini," kata Dasco, saat diwawancarai di Gedung Nusantara III DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4).
-
Kapan revisi UU ITE jilid II mulai berlaku? Aturan ini diteken Jokowi pada 2 Januari 2024. Revisi UU ITE ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
-
Bagaimana menurut Menkominfo Budi Arie, revisi UU ITE jilid II dapat menjaga ruang digital di Indonesia? Yang pasti kan pemerintah ingin menjaga ruang digital kita lebih kondusif dan lebih berbudaya.
-
Kapan demo terkait revisi UU Desa dilakukan? Sejumlah kepala desa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/7/2023). Rencananya, akan ada ribuan massa aksi yang ikut serta dalam demo tersebut.
Azis mengatakan, parlemen mendukung pemerintah menyiapkan naskah akademis, serta sosialisasi kepada masyarakat dan menerima masukan dari kelompok intelektual serta NGO.
"Sehingga pembahasan menjadi suatu kompilasi yang bersifat komprehensif," kata Azis.
Azis menyebut sejumlah pasal yang saat ini menjadi perdebatan di masyarakat dan tafsir hukum yang tarik menarik. Pasal UU ITE yang dimaksud adalah pasal 26 ayat 3, pasal 27, 28, 29, 30, 40, dan pasal 45.
"Banyak hal yang bisa dijadikan diskusi, bagaimana azas-azas norma daripada pasal-pasal di dalam UU ITE yang merupakan kejahatan di dalam cyber. Misalnya pasal 27, pasal 28, 29, missal 26, tentang pengapusan informasi, pasal 36 tentang kewenenangan pemerintah untuk melakukan pemutusan akses, nah ini yang menjadi diskusi dari waktu ke waktu dan sampai dengan saat ini antara fraksi fraksi sampai sekarang belum ada kesepakatan," kata politikus Golkar ini.
Sementara Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahib mencatat beberapa pasal yang dianggap multitafsir dan tidak adil. Yaitu pasal 27 ayat 3, pasal 28 ayat 2, pasal 29, dan pasal 45A.
Politikus PKS ini menyarankan pasal 27 ayat 3 tentang penghinaan atau pencemaran nama baik sebaiknya tidak perlu diatur dalam UU ITE karena sudah ada dalam pasal 310 KUHP.
"Bila kita konsisten dengan tujuan atau pertimbangan utama dihadirkannya UU ITE tahun 2008 itu, tentu fokus dalam melaksanakan revisi adalah konten-konten yang bersinggungan dengan hak masyarakat untuk mengemukakan pendapat dalam bingkai demokrasi Pancasila yang berpotensi untuk dijadikan alat kriminalisasi dan ketentuan yang mengatur tentang penghinaan, pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong dan menyesatkan, penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan sara," kata Hidayat.
Sementara, anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP TB Hasanuddin memiliki pandangan berbeda. Ia mengakui pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2 menjadi perdebatan. Tetapi sebaiknya dua pasal tersebut tidak dihapus.
"Tapi kalau harus direvisi saya berharap kedua Pasal itu hendaknya dipertahankan, jangan dihilangkan karena itu roh dan berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia. Saya punya data ada kelompok yang ingin berselancar atas nama kebebasan untuk mengkritik dan lain sebagainya. Untuk mendisintegrasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujarnya.
Dia menyarankan perlu pedoman penegak hukum untuk mengaplikasikan kedua pasal tersebut.
"Tapi kalo membuat pedoman kurang ya kita angkat ada peraturan presidennya atau peraturan pemerintah tentang undang-undang ini," kata dia.
Baca juga:
Komnas HAM dan Komnas Perempuan Dorong Revisi UU ITE
Polri: Virtual Police Tak Masuk ke Akun WhatsApp, Usut Konten saat Ada Laporan
Aksi Jenderal Listyo Sigit Benahi Polri
Pakar Hukum Pidana dan Siber Persoalkan Pasal Multitafsir Dalam UU ITE
Virtual Police Periksa Netizen Komen 'Taunya Cuma Dikasih Jabatan' di Akun Gibran
Sebut Gibran Dikasih Jabatan, Pemuda Tegal Ditangkap Polisi