Gerakan Kampus Kritik Jokowi Meluas, Mungkinkah Berdampak Terhadap Kepercayaan Publik ke Presiden?
Sejumlah kampus besar melakukan petisi hingga deklarasi menyelamatkan demokrasi dan mengkritik Presiden Jokowi.
Dedi menilai gelombang protes itu muncul karena pernyataan Jokowi bahwa kepala negara boleh memihak di Pemilu 2024
Gerakan Kampus Kritik Jokowi Meluas, Mungkinkah Berdampak Terhadap Kepercayaan Publik ke Presiden?
Sejumlah kampus besar melakukan petisi hingga deklarasi menyelamatkan demokrasi dan mengkritik Presiden Jokowi. Kampus-kampus tersebut di antaranya, UGM, UI, UII, Unhas hingga UIN Syarif Hidayatullah.
Direktur Eksekutif Indonesian Political Oponion (IPO), Dedi Kurnia, memprediksi kritik dan keresahan beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta bisa mengikis tingkat kepercayaan publik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pernyataan Dedi merujuk dari munculnya pernyataan sikap beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta. Protes tersebut dimulai oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 31 Januari lalu.
"Suara akademisi, utamanya dari perguruan tinggi negeri, jelas punya imbas kepercayaan publik. Jokowi bisa saja akan kehilangan kepercayaan publik itu jika gerakan deklarasi perguruan tinggi ini terus bergulir, bukan tidak mungkin akan lahirkan gerakan mahasiswa,"
kata Dedi kepada wartawan, Selasa (6/2).
Dedi meyakini, gelombang protes itu muncul karena pernyataan Jokowi bahwa kepala negara boleh memihak di Pemilu 2024 asal mengambil cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara.
Namun, kata Dedi, kenyataannya terdapat pembantu presiden tanpa cuti secara terang-terangan memihak salah satu pasangan Capres-Cawapres.
"Jokowi seharusnya mengevaluasi dengan melarang secara tegas anggota kabinet untuk turun berkampanye, termasuk dirinya," kata Dedi.
"Jokowi tidak bisa berdalih bahwa hak politiknya sama dengan publik, Presiden adalah pengecualian, karena memiliki pengaruh pada penyelenggara," sambung dia.
Pengaruh ke Suara Prabowo-Gibran?
Lebih lanjut, Dedi memprediksi gelombang kritik berbagai perguruan tinggi ini bisa mempengaruhi elektabilitas Prabowo-Gibran.
Pasalnya pasangan ini merupakan bagian dari pemerintahan Jokowi.
"Dari sisi politis, secara tidak langsung ini bisa pengaruhi kekuatan Prabowo," katanya.
Salah satunya dengan memastikan aparatus pemerintah mulai dari presiden hingga menteri agar bersikap netral. Seruan tersebut di antaranya disuarakan oleh civitas akademika UGM, UI, Universitas Islam Indonesia, UIN Sunan Kalijaga, dan Universitas Andalas.
Tingkat kepuasan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih cukup tinggi di angka 78,4 persen. Sedangkan, masyarakat yang tidak puas berjumlah 17,8 persen dan tidak menjawab 3,8 persen.
Hasil ini terungkap dari survei terbaru Poltracking Indonesia yang dirilis Jumat (19/1).
"Tingkat kepuasan Jokowi secara personal pemerintahan Jokowi angkanya 78,4 persen, ini sebenarnya angka yang stabil tidak naik dan tidak turun," kata Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda dalam paparannya secara daring, Jumat (19/1).
merdeka.com
Hanta menjelaskan, tingkat kepuasan Jokowi memiliki korelasi kepada elektabilitas pasangan capres-cawapres. Pemilih yang puas terhadap Jokowi paling banyak memilih paslon 02 Prabowo-Gibran sebesar 53,0 persen.