Golkar Makin Jeblok, Alasan IBU akan Lawan Airlangga & Bamsoet di Munas
Suara Partai Golkar yang terus jeblok dari pemilu ke pemilu membuat kader senior Golkar, Indra Bambang Utoyo (IBU) resah. Dia pun tak ingin, partai penguasa Orde Baru ini terus turun, kalah dengan para pendatang baru.
Suara Partai Golkar yang terus jeblok dari pemilu ke pemilu membuat kader senior Golkar, Indra Bambang Utoyo (IBU) resah. Dia pun tak ingin, partai penguasa Orde Baru ini terus turun, kalah dengan para pendatang baru.
IBU pun menjelaskan, beberapa hal utama yang menyebabkan parpol kini dipimpin Airlangga Hartarto itu jeblok.
-
Kenapa Partai Golkar didirikan? Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekber Golkar di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Tepatnya tahun 1964 oleh Angkatan Darat digunakan untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik.
-
Kapan Partai Golkar didirikan? Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekber Golkar di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Tepatnya tahun 1964 oleh Angkatan Darat digunakan untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik.
-
Apa yang didiskusikan Dedi Mulyadi dan pengurus Golkar di pertemuan tersebut? Kita tadi sudah berdiskusi banyak. Intinya bahwa kita mendukung Pak Dedi Mulyadi untuk menjadi calon gubernur di Jawa Barat.
-
Apa alasan utama yang diutarakan oleh Hetifah Sjaifudian terkait penolakan Munaslub Partai Golkar? "Saya berpandangan, Munaslub hanyalah jalan akhir ketika terdapat musibah, kondisi darurat atau force major sehingga ada unsur di puncak partai yang tidak berjalan. Saya kira semua paham, Golkar hari ini masih tetap menghiasi landscape politik Indonesia," jelasnya.
-
Siapa yang diusung oleh Partai Golkar sebagai Cawapres? Partai Golkar resmi mengusung Gibran Rakabuming sebagai Cawapres Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
-
Mengapa para ketua dewan Golkar menolak munaslub? Ketiga Dewan Partai Golkar menyatakan menolak wacana musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Mereka solid mendukung Airlangga, yakni Dewan Pembina, Dewan Kehormatan, dan Dewan Pakar.
"Pertama tidak terjadi konsolidasi organisasi, Golkar dirundung masalah terus. Tahun 2013, terjadi perpecahan 2 kubu (Aburizal Bakrie-Agung Laksono) dan hasilnya ada 2 versi DPP (ARB versi Bali, AL versi Ancol). Kita sibuk dengan pertikaian. Baru diselesaikan setelah ada imbauan pemerintah, Munas Golkar 2014 terpilih Setya Novanto," jelas IBU saat dihubungi merdeka.com, Selasa (26/11).
Setnov dan Idrus Marham Menambah Pelik
Gejolak Golkar rupanya tak sampai di situ. Menurut IBU, Setya Novanto justru juga menambah persoalan menjadi tambah pelik. Novanto terjerat kasus di KPK. Begitu pula sang sekjen Idrus Marham yang diciduk KPK karena kasus korupsi.
Dia pun sedih, suara Golkar dibalap oleh Gerindra secara nasional. Meskipun hitungan di DPR, Golkar menang tipis atas Gerindra yang ketua umumnya Prabowo Subianto merupakan mantan kader Golkar.
Diketahui, pada pada tahun 1999, kursi Golkar berjumlah 120. Kemudian naik di era kepemimpinan Akbar Tanjung menjadi 128 kursi tahun 2004. Selanjutnya, terus turun pada 2009 menjadi 107 kursi (era Jusuf Kalla). Turun lagi tahun 2014 menjadi 91 kursi (era Aburizal Bakrie). Lima tahun kemudian turun lagi menjadi 85 kursi pada 2019 (era Airlangga Hartarto).
"Golkar mengalami kendala lagi, baru diselesaikan dengan Munaslub 2016, Airlangga Hartarto terpilih. Namun di tengah itu, beberapa kader utama juga bermasalah di KPK.
Konsolidasi yang bermasalah menghasilkan penurunan kursi lagi di 2019," terang IBU.
Oligarki di Golkar
IBU melihat, saat ini manajemen DPP Golkar menjurus ke oligarki. Hal ini dianggap memperburuk kesolidan partai.
"Begitulah yang saya dan beberapa teman rasakan. Ditambah lagi harusnya muncul 2 calon utama, Golkar bisa terbelah 2 lagi," katanya.
Di sisi lain, selama ini tidak ada isu-isu strategis yang dimunculkan Golkar. Tidak seperti partai lain yang memiliki pakem dalam mengelola partai.
Pragmatis Ketimbang Idealis
Terakhir, meningkatnya nilai-nilai pragmatisme yang mengalahkan idealisme juga menghambat kesolidan dan majunya Golkar.
"Atas dasar hal-hal inilah saya berketetapan untuk maju memperbaikinya. Saya merasa ada kemampuan untuk menjalankannya. Apalagi cukup lama saya berkecimpung di Golkar. Tahun 1987 menjadi anggota DPR RI, tahun 1994 sudah aktif sebagai Ketua Pemuda DPP Golkar," tutup Indra.
(mdk/rnd)