Gugatan Presidential Threshold ditolak MK, 2019 cuma pilih cawapres Jokowi & Prabowo
Gugatan Presidential Threshold ditolak MK, 2019 cuma pilih cawapres Jokowi & Prabowo. Sesuai pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017, untuk bisa mengusung calon setiap parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2014.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum soal ambang Presidential Threshold. Keputusan tersebut memastikan tidak ada satu pun partai politik dapat mengusung calon sendiri dalam Pilpres 2019.
Sesuai pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017, untuk bisa mengusung calon setiap parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2014. Melihat hasil Pemilu 2014 dan Pileg dan Pilpres 2019 yang digelar serentak dipastikan berkoalisi.
-
Siapa yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2019? Berdasarkan rekapitulasi KPU, hasil Pilpres 2019 menunjukkan bahwa pasangan calon 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, meraih 85.607.362 suara atau 55,50%, sementara pasangan calon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, meraih 68.650.239 suara atau 44,50%.
-
Kapan Pemilu 2019 diadakan? Pemilu terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah pemilu 2019. Pemilu 2019 adalah pemilu serentak yang dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan DPD.
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
-
Kapan pemilu 2019 dilaksanakan? Pemilu 2019 merupakan pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019.
-
Dimana Prabowo Subianto kalah dalam Pilpres 2019? Namun sayang, Ia kalah dari pasangan Jokowi-Ma'aruf Amin.
-
Apa yang diraih Partai Gerindra di Pemilu 2019? Pada Pemilu 2019, perolehan suara Partai Gerindra kembali naik, walau tidak signifikan. Partai Gerindra meraih 12,57 persen suara dengan jumlah pemilih 17.594.839 dan berhasil meraih 78 kursi DPR RI.
Melihat hasil Pemilu 2014 maka parpol pendukung pemerintah bakal meraih 68,9 persen suara nasional. Parpol pendukung itu adalah PDIP, Golkar, NasDem, PKB, PPP, Hanura, dan PAN. Sementara parpol di luar pemerintahan, Gerindra dan PKS meraih 20 persen kursi lebih. Suara itu belum ditambah apabila Demokrat yang selama ini menyatakan sebagai penyeimbang turut bergabung. Dengan melihat koalisi seperti itu maka Pilpres 2019 diprediksi bakal diikuti dua calon seperti pada 2014 yaitu Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Muradi menilai ada tiga unsur calon pendamping Jokowi dan Prabowo apabila kembali bertarung dalam Pilpres. Cawapres pertama itu berlatang belakang mantan kepala daerah memiliki rekam jejak bagus selama menjabat.
"Kedua dari unsur TNI atau Polri dan yang ketiga dari unsur ekonom atau pelaku usaha," kata Muradi saat dihubungi merdeka.com, Kamis (11/1) malam.
Menurut Muradi, beberapa kepala daerah yang dinilai berkinerja baik misalnya, Soekarwo yang saat ini menjabat Gubernur Jawa Timur. Kemudian Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin, lalu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi, dan Gubernur Kalbar Cornelis. Serta Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo dan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan.
Sementara dari unsur TNI atau Polri ada nama berkembang seperti mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, hingga Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan. Atau Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. "Dari unsur ekonom dan pelaku usaha nama Sri Mulyani bisa diajukan untuk itu," ujar dia.
Namun menurut Muradi, memosisikan peta politik tak berbeda saat Pilpres 2014 lalu terlalu cepat. Dia memprediksi peta politik 2019 justru sangat ditentukan hasil Pilkada 2018 nanti.
Alasannya pertama koalisi partai politik pengusung dan pendukung masing-masing kandidat tidak lagi mengikuti alur Pilpres 2014. Kedua langkah politik untuk membangun pemenangan kandidatnya dilakukan secara pragmatis dan tak lagi memperhatikan garis koalisi politik sebelumnya.
"Ini ditandai dengan koalisi antar partai yang sebelumnya membelah diri untuk kepentingan dan sentimen politik yang berlebihan. Sebagaimana diketahui misalnya koalisi pendukung Pilkada Jawa Timur berada dalam posisi yang saling mendukung, seperti PDIP dan PKS serta Gerindra yang memilih sebarisan dalam mengusung jagonya," kata dia.
Terakhir, terbangunnya pemikiran bersifat pragmatis di parpol untuk mendapatkan logistik dalam persiapan Pemilu 2019. Sehingga koalisi yang cair membuat posisi Pilpres dan Pileg 2019 diperkirakan tak berbeda jauh dengan situasi saat Pilkada 2018.
"Sehingga peta politik 2019 juga belum bisa diarahkan atau diprediksi hanya dua calon atau dua blok. Utamanya Demokrat akan berupaya membangun poros alternatif di luar poros Jokowi dan Prabowo dengan memanfaatkan situasi politik yang cair pada Pilkada 2018 ini," tandasnya.
Baca juga:
ICW: Dana kampanye Pilpres rawan dimanfaatkan mafia politik
MK sahkan presidential threshold, Fahri sarankan parpol segera umumkan Capres
Presidential threshold 20 persen, Demokrat yakin Pilpres mirip Pilkada 2018
Gugatan soal PT ditolak MK, politisi Golkar prediksi Pilpres 2019 diikuti 2 calon
MK tolak gugatan ambang batas capres, ini kata Demokrat soal peluang AHY
MK tolak gugatan UU Pemilu, Demokrat prediksi hanya dua Capres di 2019
Uji materi PT ditolak, Gerindra yakin Prabowo tetap dapat tiket Pilpres 2019