Gunakan UU Pemilu lama, pemerintah dianggap bisa buat gaduh
Dia mengungkapkan, keputusan pemerintah tersebut juga bisa mengganggu jalannya pemilihan kepala daerah yang tengah mengalami proses penyesuaian agar dapat serentak. Sebab KPU nantinya tidak akan memiliki landasan hukum kuat dalam menyelenggarakan pesta demokrasi tersebut.
Pemerintah mewacanakan untuk menggunakan Undang-Undang Pemilu lama jika dalam pembahasan RUU mengalami deadlock. Mengingat pembahasan lima isu krusial belum mencapai titik temu antara fraksi dan pemerintah, terutama terkait presidential threshold.
Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy mengharapkan pemerintah mempertimbangkan kembali rencana untuk kembali menggunakan undang-undang lama. Dia mengingatkan, tanpa adanya revisi maka pelaksana pemilu serentak tidak memiliki landasan hukum selain keputusan Mahkamah Konstitusi.
Dia mengungkapkan, keputusan pemerintah tersebut juga bisa mengganggu jalannya pemilihan kepala daerah yang tengah mengalami proses penyesuaian agar dapat serentak. Sebab KPU nantinya tidak akan memiliki landasan hukum kuat dalam menyelenggarakan pesta demokrasi tersebut.
"Kalau keserentakan itu kan tidak tercantum dalam undang-undang lama. Apakah itu akan dijabarkan dalam peraturan KPU? Itu dia makanya ada problem legitimasi nanti. Artinya KPU akan membuat peraturan berkenaan keserentakan berlandaskan kepada keputusan Mahkamah Konstitusi bukan berdasarkan undang-undang," kata politisi PKB ini di Gedung DPR, Senin (10/7) malam.
Lukman mengungkapkan, jika terjadi penundaan dan kembali ke UU lama maka akan ada implikasi dari keputusan tersebut, baik secara politik, legitimasi, konstitusional hingga sosiologi masyarakat. Jangan sampai nantinya pelaksanaan pesta demokrasi ini berjalan tanpa adanya aturan main yang jelas dan tegas.
"Sosiologi masyarakat menghadapi pemilu 2019 semua harus dipertimbangkan. Kan lebih bagus kalau pemilu 2019 semuanya rapi dibanding kita menghadapi pemilu 2019 dalam keadaan tidak rapi payung hukumnya," ujarnya.
Menurutnya, adanya perbedaan dalam pembahasan dapat diselesaikan dengan musyawarah mufakat. Jika masih tetap tidak mencapai kesepakatan maka mekanisme voting dapat diambil, namun pemerintah juga harus ambil bagian dalam langkah terakhir ini.
"Jika tidak bisa dilaksanakan karena ada standing pemerintah yang tidak ikut voting ya mau tidak mau pemilu tahun 2019 kan tidak mungkin tanpa payung hukum. Payung hukumnya itu secara ketatanegaraan bisa berlaku undang undang lama atau pemerintah mengeluarkan perppu," katanya.
Jika benar kembali menggunakan UU Pemilu lama, Lukman menjelaskan, maka kemungkinan akan terjadi kegaduhan politik dan banyak pendapat nantinya. Karena bisa dianggap pemerintah telah gagal membuat payung hukum dalam penyelenggaraan pemilu.
"Nah ini pasti ada gaduh, ada persepsi masyarakat, ada kegaduhan ada gugat menggugat itu implikasinya secara politik. Secara ekonomi bisa dihitung juga itu timbulnya ketidakpercayaan masyarakat lah macam macam," tutupnya.